Era milenial ternyata belum seluruhnya menjalar ke para petani khususnya petani kayu hutan rakyat. Petani masih memiliki keterbatasan pengetahuan dan akses informasi mengenai manajemn hutan untuk mengoptimalkan hasil hutan. Kebanyakan dari petani hanya menanam, meninggalkan dan kembali ketika waktu panen tiba. Pemeliharan yang dilakukan masih kurang optimal. Setelah waktu panen tiba pun biasanya langsung dijual secara borongan dengan hitungan tegakan dalam hamparan yang dimiliki, tidak mempedulikan berapa volume dari masing-masing kayu bulat hasil panen.
Ada banyak cara untuk meningkatkan hasil panen kayu tersebut, mulai dari pemilihan jenis dan bibit unggul, pemeliharan, pemanenan dan pemasarannya. Masih minimnya pengetahuan petani ini yang melatarbelakangi kegiatan penelitian Enhancing Community Based Commercial Foresty (CBCF) in Indonesia pada tahun 2016 hingga 2021 mengenai Master TreeGrower. Pelatihan Master TreeGrower diselenggaran atas kerjasama antara Badan Litbang dan Inovasi, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Australian Center for International Agricultural Research. Pelatihan Master TreeGrower diberikan kepada penyuluh kehutanan yang menjadi ujung tombak pada tingkat tapak. Dengan meningkatnya pengetahuan penyuluh di harapkan akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para petaninya.
Manajemen hutan yang perlu di perhatikan mulai dari pemilihan bibit unggulan, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran. Metode perkembangbiakan secara vegetatif sehingga diperoleh perbanyakan yang berkualitas juga perlu dilatihkan kepada petani sehingga menambah keterampilan petani. Pemeliharaan terdiri dari beberapa kegiatan mulai dari penyulaman, penyiangan gulma, pemupukan, pemangkasan, penjarangan hingga pengendalian hama dan penyakit. Untuk kegiatan penyulaman, penyiangan gulma dan pemupukan sudah diterapkan oleh para petani karena berkaitan dengan budidaya tanaman pertanian. Namun untuk pemangkasan masih sedikit dilakukan dan belum optimal. Pemangkasan bermanfaat untuk mendapatkan tinggi bebas cabang yang maksimal, dan meningkatkan kualitas produk kayu pada akhir daur. Kualitas produk kayu ini ditandai dengan minimnya cacat mata kayu yang dapat mempengaruhi kekuatan kayu dan keindahan kayu dekoratif.
Setelah beberapa tahun dari penanaman, kondisi kanopi tanaman mulai saling menutupi, sehingga akan meningkatkan persaingan ruang tumbuh, dan memudahkan penyebaran jika ada hama dan penyakit. Kegiatan penjarangan jarang dilakukan oleh petani karena dianggap mengurangi jumlah tegakan, sehingga mengurangi keuntungan. Padahal jika ada tanaman yang tidak tumbuh dengan baik sebaiknya dilakukan penjarangan sehingga memberikan ruang tumbuh lebih banyak untuk pohon yang memiliki kondisi baik, meningkatkan volume dan tinggi pohon tersebut. Dengan dilakukannya penjarangan maka pohon yang ditinggalkan dapat berkembang lebih baik dari segi tajuk, akar dan batang. Selain itu, dengan penjarangan dapat memutus rantai penyebaran penyakit sehingga didapat tegakan pohon yang sehat. Hasil penjarangan dapat dijadikan sebagai pemasukan di antara daur dari hasil penjualan kayu penjarangan.
Harga kayu rakyat di pasaran masih ditentukan oleh tingkat penawaran dan permintaan di pasaran. Tingkat penawaran di dasarkan oleh ketersediaan kayu di hutan rakyat, sedangkan tingkat permintaan di dasarkan oleh tingkat pertumbuhan industry yang menggunakan kayu rakyat. Ditengah tingginya potensi kayu rakyat, petani hanya mendapatkan harga yang relative rendah disbanding pedagang ataupun industry, padahal petani menunggu panen dalam waktu yang relative lama, 5-6 tahun.
Memberi pelatihan mengukur diameter, tinggi dan volume kayu bagi petani diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani yang sudah menanam dan memeliharan tanamannya. Petani diharapkan tidak lagi menjual hasil kayunya secara borongan yang diprediksi dari hamparan atau jumlah tegakannya saja. Dengan kemampuan petani dalam mengukur diharapkan petani dapat menjual dengan satuan kubikasi, dan memperlebar pasar dengan menjual ke industry atau pengrajin local (tidak hanya ke pedagang). Diameter kayu mempengaruhi harga cukup signifikan, semakin besar diameter kayu, semakin lurus dan panjang kondisi kayu bulat maka harga juga akan semakin tinggi. Harga akasia dengan diameter 10 -- 13 cm dengan panjang 1- 1,9 m di hargai Rp 628.000/m3 sedangkan akasia dengan diameter 30 cm up dengan panjang 4 meter u dihargai Rp. 1.455.000/m3 (dataarsitek.com). Untuk memperoleh diameter yang besar, batang yang lurus dan tinggi bebas cabang yang panjang, maka petani harus memperhatikan kegiatan pemeliharaannya.
#P3SEKPI #KementrianLHK #ACIAR #CBCFINDONESIA #KAYURAKYAT #KONGLOMERAT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H