Lihat ke Halaman Asli

Ruang Terbuka Hijau, Solusi Alternatif Masalah Banjir

Diperbarui: 18 Juni 2015   06:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Ketika musim hujan datang, seringkali masyarakat cemas karena tamu tahunan akan datang menggenangi area permukiman mereka. Tak jarang dari mereka yang menyalahkan hujan sebagai penyebab banjir, padahal hujan bukanlah faktor utama timbulnya banjir. Tingkat kesadaran masyarakat akan ramah lingkungan masih kurang. Mereka akan kalangkabut ketika bencana banjir itu datang melanda. Banyak dari mereka yang tidak “menengok” fungsi alam, mereka dengan kepentingan komersilnya merombak fungsi alam menjadi kepentingan bisnis mereka. Salah satunya dengan merombak lahan ruang hijau. Pernahkah terlintas dari pikiran kita akan manfaat lahan ruang hijau?Tegakah kita menukarkan alam dengan kepentingan bisnis kita tanpa memikirkan dampaknya?

Menurut Imam Ernawi (2010) seperti yang dikutip oleh Roswidyatmoko Dwihatmojo mengatakan bahwa perkembangan fisik ruang kota sangat dipengaruhi oleh urbanisasi. Perkembangan urbanisasi di Indonesia dapat diamati dari 3 (tiga) aspek: pertama, jumlah penduduk yang tinggal di kawasan perkotaan (kini mencapai 120 juta dari total 230 juta jiwa); kedua, sebaran penduduk yang tidak merata (hampir 70% di Jawa dengan 125 juta jiwa dan di Sumatera dengan 45 juta jiwa); serta, ketiga, laju urbanisasi yang tinggi, dimana kota-kota metropolitan, seperti: Jakarta, Surabaya, Medan, Palembang, dan Makassar.

Wujud Ruang Terbuka Hijau

Menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Ruang terbuka hijau merupakan suatu area yang memanjang/jalur dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka untuk tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

Dari tahun ke tahun pertambahan penduduk semakin meningkat, dari Data Badan Pusat Statistik menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk dari kurun waktu 25 tahun dari tahun 2000 hingga 2025. Sebanyak 205,1 juta pada tahun 2000 menjadi 273,2 juta pada tahun 2025. Sementara di DKI Jakarta, mengalami laju pertumbuhan yang naik pesat minimal sebesar 0,40 persen dibandingkan sebelumnya.

Kondisi inilah yang mengakibatkan meningkatnya permintaan akan kebutuhan ruang lahan, sehingga menimbulkan kemerosotan fungsi daya guna lingkungan. Sementara James Siahaan (2010) seperti yang dikutip oleh Roswidyatmoko Dwihatmojo mengatakan bahwa kecenderungan terjadinya penurunan jumlah ruang publik, pada 30 tahun terakhir sangat signifikan.

Jumlah ruang terbuka hijau DKI saat ini adalah 2.718,33 hektare yang terdiri atas tanaman, hutan, dan sawah. Angka ini sama seperti 10 persen dari total luas DKI Jakarta, yaitu 66.233 hektare, sedangkan jumlah permukiman mencapai 58.390 hektare. Kondisi ini sangat jauh dari ruang terbuka hijau yang ideal, yaitu 40 persen dari luas suatu wilayah.

Ruang Terbuka Hijau, Alternatif Kurangi Resiko Banjir

Keberadaan Ruang Terbuka Hijau merupakan salah satu unsur penting dalam membentuk lingkungan kota yang nyaman dan sehat.Manfaat dan fungsi akan keberadaan ruang terbuka hijau seringakali diacuhkan oleh sebagian masyarakat. Padahal, ruang terbuka hijau memiliki banyak manfaat. Ruang terbuka hijau bertujuan untuk menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air.

Jika dilihat dari aspek planologis perkotaan, ruang tata hijau diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat. Keberadaan ruang terbuka hijau memberikan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih.

Minimnya ruang terbuka hijau di Jakarta sebagai salah satu penyebab seringnya tingkat kejadi hujan ekstrem, seperti yang diutarakan oleh Kabid Informasi Meteorologi Publik, Kukuh Ribudiyanto.

Curah hujan yang tinggi akibat adanya peningkatan pertumbuhan awan cummolonimbus, terbentuknya awan ini memiliki korelasi dengan ruang hijau. Tidak adanya ruang lahan hijau mengakibatkan kurangnya penyinaran matahari oleh pepohonan. Kondisi inilah yang menyebabkan peningkatan suhu dan kelembapan sehingga menimbulkan awan hujan. Selain itu, Kukuh mengharapkan Pemerintah DKI Jakarta perlu menambah ruang serapan Ibu Kota untuk meminimalkan resiko terjadinya banjir.

Kedepannya Pemerintah DKI Jakarta menargetkan penambahan 6 persen ruang terbuka hijau milik publik menjadi 16 persen, sedangkan hanya terdapat 14 persen ruang terbuka hijau yang harus dipenuhi oleh pemilik lahan dari sektor swasta. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Ahok, panggilan akrab Basuki pada harian jurnal nasional.

Melihat kondisi ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menggugat pihak yang menyalahgunakan lahan untuk ruang terbuka hijau, pemerintah akan memberikan kesempatan bagi warga untuk memindahkan bangunannya. (Ririn).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline