Lihat ke Halaman Asli

Balada Aktivitas Kampusku

Diperbarui: 28 Maret 2018   11:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. (boldexglobal.com)

Pagi ini mata kuliah statistik pendidikan yang mengantarkan pada diskusi permasalahan yang ada di kampus. Salah satu permasalahan yang krusial yang ada di perguruan tinggi adalah sumbangsih karya ilmiah yang dihasilkan mahasiswa terhadap kemajuan ilmu pengetahuan. Mahasiswa yang mnyandang gelar agent of change sekaligus intelektual muda sudah semestinya memaksimalkan kerja-kerja pemikiran. Salah satu kerja pemikirannya adalah melakukan penelitian mengenai permasalahan yang ada di sekitarnya. Hal itu selaras dengan tri dharma perguruan tinggi. Yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Sehingga perguruan tinggi bukan hanya menjadi menara gading ditengah ketimpangan masyarakat.

Namun seringkali tri dharma perguruan tinggi belum terimplementasi secara sempurna. Jika aspek pendidikan dijalani mahasiswa melalui kegiatan perkuliahan di dalam kelas, sementara pengabdian masyarakat sering diwujudkan dengan bentuk Kuliah Kerja Nyata (KKN), lalu bagaimana dengan penelitian? Apakah skripsi menjadi output atas pembinaan karakter researcher. 

Konsep berpikir ilmiah saja nampaknya belum tertanam pada jiwa-jiwa mahasiswa zaman now. Bukan hal yang mengherankan jika banyak terjadi praktik pembuatan skripsi oleh-oleh oknum-oknum tak bertanggungjawab. Kuliah hanya sebatas mendapat gelar tanpa memiliki ilmu apapun. Lalu hilanglah fungsi perguruan tinggi yang katanya akan memperbaiki nasib dan masa depan orang-orang di negeri ini.

Tadi pagi salah satu dosen di Kampus tempat saya menumpang belajar mengungkapkan berbagai keluh kesahnya terutama masalah penelitian yang dilakukan mahasiswa. Sudaah menjadi rahasiswa umum bahwa penelitian mahasiswa untuk menggarap skripsi tidak lepas dari peran seorang  pembimbing. Artinya dalam penelitian itu terselip pemikiran dosen pembimbingnya, sehingga dalam penulisan itu sebenarnya ada intervensi pembimbing untuk mengcover pemikiran mahasiswa. Mau tidak mau suka tidak suka mahasiswa harus terpengaruhi supaya bisa menamatkan studinya.

Dalam kamus besar bahasa indonesia Edisi V Pembimbingan adalah adalah orang yang membimbing, bisa juga diartikan sebagai pemimpin atau penuntun. Peran pembimbing seharusnya harus sesuai, tidak ada unsur mempengaruhi apalagi mengintervensi. Namun statement seperti ini juga harus diimbangi dengan kapabilitas mahasiswa dalam melakukan penelitian. Sebagai intelektual muda mahasiswa harus pandai dan jeli dalam memandang permasalahan yang ada di sekitarnya. Minimal kebaradaannya dapat memberi kebermanfaatan untuk lingkungan tempat ia tinggal.

Seperti peribahasa lebih baik menjadi ikan yang besar di kolam yang kecil daripada menjadi ikan kecil di kolam yang besar. Misalnya di sebuah akuarium berukuran sedang ada ikan gurame yang besaar, dapat dipastikan ketika ikan itu tidak ada semua yang biasa melihat akuarium itu akan bertanya "Dimana ikan gurame yang besar?". Berbeda dengan ikan cupang yang ada di sungai besaar atau lautan lepas. 

Ketika ikan itu mati atau hilang tidak akan ada yang menanyakan, karena keberadaannya memang tidak terlihat. Jadi ketika hilang juga tidak ada yang kehilangan. Seperti halnya  keberadaan kita di suatu tempat, ada pengaruhnya atau tidak. Ketika keberadaan kita menyemai kebermanfaatan maka ketika meninggalkan temapt itu, orang-orang akan merasa kehilangan. Karena ada sesuatu yang hilang, ada sesuatu yang tak bisa mereka rasakan lagi atas kepergian kita.

Kembali pada masalah dosen pembimbing, dimana mahasiswa harus berusaha mengambil hatinya supaya penelitiannya menjadi lancar tiada halangan suatu apapun. Alhasil gagasan seorang mahasiswa kerap terpangkas oleh kondisi yang serba membingungkan itu. Kebimbangan itu mencapai titik kulminasinya ketika akan mengajukan judul penelitian yang jarang dilakukan justru mendapat respon pesimisasi dari pembimbing. "Yakin dengan judul ini? Susah lo ini, mending jangan yang muluk-muluk mencari permasalahannya." 

Kemudian diperparah ketika mengaambil judul yang familiar, juga tidak terlalu banyak gunanya. Karena permasalahan yang familiar umumnya sudah mendapat solusi dari pebeliti-peneliti sebelumnya. Atau tanpa penelitianpun kita sudah mengatahui  pengaruh sebuah variabel terhadap permasalahan. Barangkali itulah balada kehidupan kampus yang tak pernah bisa usai.

Penulis : Ririn Erviana (orang yang suka ngalay tapi pengen jadi ngilmuwan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline