Kebijakan Gubernur Ahok membangun semakin banyak unit rusunawa (rumah susun sederhana sewa) murah-meriah demi bisa merelokasi warga (mungkin sebagian besar diantaranya adalah warga pendatang) yang hidup kumuh di tanah-tanah negara secara liar, rawan kebanjiran (dan bahkan menjadi salah satu penyebab semakin meluasnya banjir di Jakarta) memang langkah yang menurut saya pantas didukung semua kalangan. Hanya saja, kalau terlalu fokus membenahi dan ‘memanjakan’ mereka yang jelas-jelas bandel dan secara sadar melanggar hukum, lalu apa kabar ya dengan warga kelas menangah “baik-baik” yang sebenarnya sama-sama punya andil sebagai penggerak perekonomian di ibukota?
Padahal membiarkan begitu saja masyarakat kelas menengah untuk semakin berkembang tanpa diarahkan supaya bisa selaras dengan cita-cita masa depan kota, bukannya bisa berpotensi untuk menimbulkan masalah baru juga ya? Misalnya sehubungan dengan semakin banyaknya warga yang merasa perlu (dan mampu) membeli mobil pribadi. Urusannya tentu semakin menambah kemacetan di jalan raya yang sekarang aja sudah kronis.
Membuat saya jadi bertanya-tanya, kenapa Pemprov DKI nggak mulai memikirkan langkah-langkah yang lebih bersifat ‘rayuan maut’ (daripada ancaman melulu) berupa iming-iming manis (dan susah ditolak) bersifat menguntungkan bagi warga kelas menengah agar mereka secara sukarela terlibat mewujudkan Jakarta sebagai kota besar yang (minimal) berkurang kemacetan dan polusi udaranya? Daripada pak Gubernurnya bolak-balik menakut-nakuti dengan urusan pajak melulu kan? Nggak kreatif banget. Kesannya malah kayak mau meredam pertumbuhan kesejahteraan orang. Toh sebenernya mewujudkan Jakarta yang bebas macet, aman dan nyaman adalah harapan bersama seluruh warga Jakarta dong, bukan cuma milik gubernurnya seorang. Asal caranya santun, bikin sama-sama happy, pasti lebih efektif.
Misalnya dengan menawarkan apartemen sewa yang nyaman, berfasilitas lengkap di lokasi strategis tapi murah meriah, khusus diperuntukkan bagi warga kelas menengah yang bersedia tidak membeli mobil selama mereka masih menikmati fasilitas tersebut (seluruh nama dalam KKnya tidak bisa membeli mobil, misalnya). Untuk lebih meyakinkan, sekalian aja apartemennya jangan dikasih parkiran mobil aja (kecuali beberapa khusus buat tamu yang datang sebentar, itupun bisa kenakan tarif parkir progresif). Lalu warga yang berminat juga wajib dikelompokkan berdasarkan lokasi kerjanya.
Misalnya keluarga A yang kepala keluarganya berkantor di Jalan Sudirman, bisa mendapat fasilitas apartemen sewa nyaman tapi murah banget di kawasan Benhil, Tanah Abang, Latuharhari atau sekitarnya. Berhubung jaraknya dekat dan kendaraan umum juga gampang, mungkin bagi mereka fasilitas ini lumayan menarik, karena bisa menghemat banyak waktu, tenaga dan biaya. Kalo perlu jalan-jalan bersama keluarga tinggal pake taksi. Sekalian membantu warga DKI untuk survive di kotanya sendiri, karena banyak yang terpaksa ‘terusir’ dan mengungsi ke luar kota (terpaksa beli rumahnya di Bekasi, Tangerang, Depok, Citayam, Sawangan dan lain-lain, secara mau beli rumah di dalam kota mahalnya ampun-ampunan). Malah jadi terbalik dengan warga pendatang yang ‘dimanjakan’ Pemprov DKI untuk menikmati fasilitas rusunawa murah. Kalau nanti penyewa apartemen tersebut kantornya pindah, ya tinggal cari lagi apartemen lain sejenis di lokasi terdekat untuk minta ditransfer. Asik kali ya.
Saya coba bersimulasi dengan membayangkan seandainya menjadi salah satu penghuni apartemen tersebut (kalo nanti ada). Konsekuensi nggak bisa beli mobil pribadi kayaknya sih akan nggak jadi masalah, toh akses rutin saya malah jadi gampang walaupun nggak bawa mobil pribadi. Justru nggak capek nyetir, hemat anggaran parkir & beli bbm, termasuk nggak perlu bayar pajak kendaraan dan perawatan mobil pula. Dananya bisa ditabung dulu aja untuk semakin meningkatkan taraf perekonomian keluarga.
Nanti pada saat sudah lebih mapan (dan nggak harus setiap hari bolak-balik ngantor sebagai karyawan, alias in syaa Allah sudah jadi wiraswastawan sukses) baru deh saya akan berpikir beli mobil pribadi. Dan itupun juga nanti saya pikirkan lagi dululah, karena kalo ternyata fasilitas transportasi umum di Jakarta juga sudah semakin keren, kotanya sudah taman aman dan nyaman (karena program Pemerintah membuat Jakarta bebas macet sudah berhasil) ngapain juga saya masih mikirin beli mobil pribadi? Mending nikmatin aja semjua fasilitas kota yang ada. Terus dananya nggak jadi saya pake untuk beli mobil, karena mendingan buat jalan-jalan aja ke Switzerland dan negara-negara lain di Eropa.. So tengkyu banget loh Pemprov DKI Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H