Lihat ke Halaman Asli

Gubernur Ahok: Pejuang Tangguh, Belum Pemimpin Hebat

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Gubernur Ahok memang luar biasa. Rajin mencermati sepak terjangnya lewat berbagai media, saya menikmati moment terkaget-kaget setiap hari. Kadang-kadang kagum, lebih seringnya ketawa ngakak, sampe kadang-kadang bete setengah mati dan rasanya pengen banget punya kesempatan nimpukin dia. Bikin gemes sampe nggak tahan ikutan up load beginian. Hehe.

Soalnya imamnya Jakarta yang satu ini dimata saya seriously ajaib, beda dari yang lain. Nggak (terlalu) butuh pencitraan, nggak hadir untuk menyenangkan pihak-pihak yang sekiranya akan membawa keuntungan politik dan finansial buat pribadi, keluarga dan kelompoknya doang (kalopun ada, yaa secukupnya aja kali ya). Cuma sekedar action aja, just like dancing in the rain. Menikmati semua kesempatan yang sedang dimilikinya tanpa takut kehilangan. Jarang euy, ada yang begini. Memperjuangkan yang menurutnya perlu diperjuangkan aja, dan untungnya, sebagian besar yang dia perjuangkan masih sama dengan apa yang sangat diimpikan oleh orang Jakarta kebanyakan : memberantas korupsi di institusi Pemprov DKI Jakarta dan DPRD yang selalu menghisap “darah” rakyat, memperbaiki kinerja aparatur daerah supaya lebih fokus, sungguh-sungguh dan beres melaksanakan amanah pekerjaannya masing-masing. Dari sisi itunya sih keren banget.

Sayangnya (eh, untungnya deng), Ahok bukan paket lengkap. Kekuatannya di satu sisi nggak berimbang dengan kekuatan di sisi lainnya. Pemberani, gigih, mental baja pintar dan sangat muak dengan korupsi. Tapi sayangnya nggak punya skill dalam mengolah emosi dan sikap secara baik, nggak jago bersiasat halus untuk memuluskan apa yang diinginkannya tanpa harus ngamuk-ngamuk, nantangin orang dan teriak-teriak (sampe mukanya keliatan banget jadi merah membara, secara kulitnya kan putih). Eh, wait... bahkan sama anak buahnya sendiri aja yang bukannya ‘jahat’ tapi sekedar ‘nggak ngerti’ konon doski suka begitu juga ya? Wiiiwww, seyeeemmm.... Padahal (katanya) ada tehnik khusus dalam membuat orang “bertekuk lutut” sampai mengikuti apa yang kita mau, meskipun awalnya menentang habis-habisan. Dan kualitas khusus yang begituan bukannya seharusnya sudah lahir bersamaan dengan lahirnya seorang pemimpin hebat ya? Itu kan yang akan membedakan seorang pemimpin berkualitas dengan seorang pejuang tangguh?

Tapi gimanapun, meskipun suka sebel, kenyataaanya kekaguman saya terhadap Gubernur Ahok (sampai saat ini) belum berkurang, masih lebih dominan. Mengingat apa yang harus dia bela sangat berat. Berani-beraninya dia ber-single fighter-ria pasang badan melawan kekuatan besar (dan banyak pula!) yang korup dahsyat dengan nyamannya di Jakarta selama ini. Emang perlu shock therapy juga dong, supaya bisa mendapat perhatian dari aparatur daerah yang dibayar pemprov untuk ngurusin rakyat Jakarta tapi kinerjanya enggak banget. Good pak, galak aja terus, soalnya kan mereka emang takutnya cuma sama bapak doang #sambil bersyukur, untung saya bukan anak buahnya Ahok, hehe..

So, bodo deh dengan cara berpikirnya si pak Gub yang suka nyeleneh dan nggak sesuai dengan ideologi saya, misalnya soal wacana lokalisasi dan sertifikasi prostitusi (hihi), rencana membuka toko miras legal dan lain-lain yang kontroversial (termasuk nggak bakal kaget deh kalo bentar lagi dia akan mulai melempar gagasan bikin tempat perjudian khusus). Toh in syaa Allah nggak bakal terlaksana juga. Sori lah yaoo, sejelek-jeleknya moral kebanyakan orang Jakarta, pasti masih lebih banyak yang nggak setuju dong (meskipun sebenernya banyak cuma munafik doang, menentang habis-habisan padahal sebenernya diem-diem pelaku juga, haha). Anyway, yang penting, di tengah situasi chaos darurat korupsi kayak sekarang ini, ada seorang risk taker ‘berani mati’ seperti beliau bagi saya sih berkah. Ambil bagusnya, nggak perlu turutin jeleknya. Saya pendukung sekaligus penentang.

Kalo sampe tahun 2017 nanti situasi tetep begini-begini aja, pada saat pemilihan gubernur lagi dan pak Ahok ikutan, kemungkinan saya terpaksa galau deh, antara pengen milih beliau atau enggak. Gimanapun, saya setuju bahwa pemimpin itu harus bisa dijadikan panutan, bisa mengontrol diri, mampu berempati dan sayang sama rakyat kecil (meskpin cuma punya motor doang, padahal kerjanya di daerah Thamrin, Medan Merdeka Barat, Sudirman atau jalan protokol lainnya), harus mampu mengatur anak buahnya dengan santun, nggak hobi panas hati, membimbing bukan jagoan menghukum dan bijaksana dalam segala hal.

Sama satu lagi yang juga sangat penting kalo bagi saya mah: sebisa mungkin (kecuali darurat) imam harus punya ideologi yang sama dengan makmumnya. Kalo enggak ya resiko kayak sekarang aja, apa yang saya yakini sebagai maksiat dan wajib diperangi, ehh.. menurut Mr. Gubernur sah-sah aja, bahkan perlu dilegalkan, demi mencegah dosa tambahan: menjadi manusia munafik. Lha?? Haha...Masih mending baru pelacuran dan miras, coba kalo sampe berkembang ada wacana melegalkan narkoba, penganiayaan dan pembunuhan sesama masyarakat Jakarta supaya lebih gampang dikontrol dan mengganggu masyarkat luas gimana? Hihi...

Ayo dong, emang nggak ada ya, high quality imam yang jagoan seperti pak Ahok tapi lebih mumpuni, pake hati dan adem? Atau mungkin pak Ahok aja, bisa melengkapi kualitas yang kurang supaya lebih afdol jadi pemimpin Jakarta? Monggo..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline