Lihat ke Halaman Asli

Ayah, Guru Hidupku

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

mengukur jalan itu favoritmu
membuatku belajar, kadang bergerak itu harus sekalipun lelah mendera

jarang sekali kau berpetuah, hanya kuingat satu yang sering kauulang,
“jangan pernah menyesal!”,
membuatku belajar: berpikir itu sebelum bertindak

diam sering kutemukan padamu
seakan kau berkata: hati-hati kalau bicara

perlakuanmu pada ibu, pada nenek, adik-adikmu
membuatku tak menyesal jadi perempuan

humor-humormu itu, sadarkan aku hidup memang permainan,
tertawalah padanya

kaubawa aku pada duniamu: pekerjaan, sahabatmu, hingga masa lalu, sampai mimpi-mimpimu
aku jadi tahu siapa ayahku, lantas kubangun duniaku

kau menyapu sebelum memintaku mengepel lantai
pelajaran berharga buatku tentang keteladanan

kau memelukku, saat ku ranking satu dan kalah olimpiade
membuatku tahu kasih sayang tak butuh harga

rengekanku suatu saat, bukan kaujawab dengan mainan baru
tapi kauperlihatkan aku wajah seorang pengemis
jadinya aku tahu, tak semua ingin dipenuhi, walau masih saja aku menangis

kau meminta maaf setelah memarahiku
itulah cara menghargai, karena tak ada manusia sempurna

kau sampaikan firman-firman-Nya,
kau ajarkan aku untuk gelisah, menakar kebenaran
kau sodorkan aku banyak buku,
bukan menyeretku pada khotbah dan belenggu

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline