pagi ini aku kembali melihat tubuh-tubuh tanpa jiwa, tubuh dengan kepala berwajah serupa poster, tertempel kaku, bergerak tergesa-gesa, ke segala arah.
merayapi ruas-ruas hitam, terkadang saling silang, menyelinap, mengisi tiap celah, hingga tak ada satu sentimeter tersisa. bertahan dalam selimut udara hitam dan sesak, beringsut perlahan, lalu bergegas lagi setiap ada kesempatan, untuk kemudian kembali beringsut perlahan.
lalu ruas-ruas hitam tiba-tiba lenggang, tubuh dengan kepala berwajah poster lenyap ke dalam penjara beton-beton bertulang, mengenakan topeng-topeng, lalu menjalani lakon drama dua babak.
menjelang senja, usai drama dua babak itu, tubuh-tubuh tanpa jiwa melepaskan topeng-topengnya, untuk kemudian serentak keluar dari penjara-penjara beton bertulang, kembali tumpah ruah di ruas-ruas hitam.
lalu bergerak tergesa-gesa, saling silang, menyelinap, mengisi semua jengkal yang tersisa, dan beringsut perlahan. tubuh-tubuh tanpa jiwa dengan kepala berwajah poster, menatap kosong ke depan, hingga sampai tempat yang oleh mereka sebut sebagai hunian.
berjingkat pelan-pelan, membuka pintu, menarik poster dari muka, menunjukkan wajah asli yang kelelahan, lalu terjerembab dalam mimpi-mimpi. dan esok pagi, tubuh-tubuh itu kembali tumpah ruah ke ruas-ruas hitam.
tidakkah siklus ini terlalu mengerikan?
Pamulang, 22 Oktober 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H