Malam adalah tempat untuk pagi menyembunyikan kesedihan, sekaligus sebagai lahan makam kekecewaan, yang dikuburkan hidup-hidup dalam peti-peti kelelahan, dengan atau tanpa ritual-ritual pemujaan.
Maka sepanjang siang, hingga sore menjelang, arwah-arwah kekecewaan itu bergentahyangan. Di setiap ruas jalan, di dalam bus atau kereta, di kapal laut atau pesawat udara, di perkantoran dan warung kaki lima,. Di mana-mana! Ia mencari-cari tubuh kosong tanpa jiwa, untuk dirasukinya dengan keinginan-keinginan.
Lalu, dalam keadaan trance, tubuh-tubuh tanpa jiwa itu memperkosa kebutuhan, kemudian menjadikannya kambing hitam, atas buntingnya keserakahan yang akhirnya melahirkan anak haram yang diberi nama kejahatan.
Sampai kapan daur biadab ini berjalan? Kita mungkin terlalu muda untuk mengerti, atau kita mungkin terlalu angkuh untuk mengakui, bahwa kitalah sesungguhnya yang tak ada niat untuk balik badan dan berhenti.
Sementara..., dunia ini sudah terlalu tua untuk peduli, hanya mengamati, lalu menunggu mati.
Jakarta 4 September 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H