Lewat sudah lima purnama, aku kembali bertemu dia, lelaki pelantun doa, duduk persis di sebelah, dalam perjalanan dua setengah jam di udara.
Saat di landasan pacu, lelaki pelantun doa ini makin menggebu, melafalkan ayat-ayat dengan hati penuh, keras, berseru-seru.
Lepas landas, suara dengkur menandakan lelaki itu kandas . Perjalanan kali ini nyaman, hampir tak ada goncangan. Hingga saat si cantik berseragam, membangunkan dia dengan suara lembut seolah bergumam.
Ia terjaga, memasang muka marah, keluar kata-kata murka: "jangan ganggu saya, dan saya sedang puasa".
Lelaki ini, betul-betul lelaki yang sama, yang menempatkan ayat dan ibadah, berbeda ruangan dengan akhlak dan tatakrama.
Ah... sudahlah, ini bukan urusan saya juga.
Jakarta, 20 Agustus 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H