menapaki jalan ini, jalan berliku penuh belukar dan duri
telan semua kobaran sampah yang kau muntahkan saban hari
terkadang aku ingin berhenti, terkadang segalanya seperti kehilangan arti
lihatlah, harga diri terlanjur kau pancang di tiang langit tertinggi
memaksa siapapun ikut menghormati, yang oleh dirimu sendiri, kau puja-puji
jangan kira aku seperti mereka, yang layu kering oleh ludah-ludah api
jika aku masih di sini, bukan karena aku menikmati dagelan ini
bukan pula karena mempertahankan diri, apalagi bernafsu mengemis posisi, lalu tunduk merangkak menjadi abdi
aku di sini, karena keberadaan sahabat sejati, karena hatilah aku peduli
maka bawa saja curigamu itu pergi
juga lagak-lagumu yang priyayi
percayalah, engkau tak akan mati, engkau justru akan lebih hidup, engkau akan jauh lebih berarti!
itupun jika kau mau memahami, itupun jika engkau benar-benar mengerti kalimat nurani.
Jakarta, 21 Februari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H