Lihat ke Halaman Asli

Babak Baru Etilen Glikol

Diperbarui: 1 November 2022   14:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Belum selesai kasus Etilen Glikol dan Dietilen Glikol yang diduga menjadi penyebab gagal ginjal akut yang berujung kematian lebih dari 100 anak di Indonesia. BPOM kali ini dikabarkan tengah mengajukan laporan pidana ke pengadilan atas PT farmasi Yarindo Farmatama yang dituding melakukan pelanggaran atas ambang batas aman kandung etilen glikol dengan menaikan dosis kandungan etilen glikol pada salah satu produk sirup anaknya dengan merk FLurin DMP yang diduga menjadi penyebab gagal ginjal akut pada anak hingga menyebabkan kematian. Laporan ini disampaikan langsung oleh kepala BPOM Penny S Lukito dalam konferensi pers, Senin 31 Oktober 2022 lalu. Pada penjelasannya Penny menyampaikan bahwa Produk dari PT Yarindo Farmatama terbukti menggunakan bahan baku propilen glikol yang mengandung etilen glikol sebesar 48 mg/ml, yang telah melewati syarat aman harus kurang dari 0,1 mg/ml.

Dugaan pelanggaran PT Yarindo Farmatama yaitu adalah dengan mengubah bahan baku serta sumber pemasok bahan baku tanpa melakukan proses kualifikasi yang mana seharusnya terdapat pengujian bahan baku disana. Dalam kasus ini juga terseret dua nama perusahaan lain yang juga memproduksi obat sirup dengan kandungan yang dilarang dan atau melebihi ambang batas yaitu PT Universal Pharmaceutical Industries dan PT Afi Pharma.

BPOM dalam hal ini juga mengklaim bahwa PT Yarindo Farmatama dan PT Afi farma punya banyak rekam jejak pelanggaran dalam memproduksi obat-obatan jenis sirup. Dijelaskan bahwa kedua industri memiliki quality control dengan maturitas rendah. Artinya, dari segi alat produksi dan proses produksinya kualitasnya sebenarnya masih dipertanyakan.

Demikian, bukan tanpa klarifikasi PT Yarindo dalam kasus ini juga angkat bicara bahwa temuan dan tudingan BPOM tidak mendasar dan terburu-buru. Hal ini dijelaskan melalui Manajer Yarindo Farmatama, Vitalis Julius. Pada keterangannya Vitalis menyatakan seluruh produk yang dikeluarkan PT Yarindo sudah lulus izin edar yang dikeluarkan BPOM. Bahkan Vitalis mengklaim sudah tiga kali PT Yarindo melakukan daftar ulang dan sudah mendapatkan nomor izin edar (NIE) dengan durasi dari tahun 2020 sampai dengan tahun 2025. Daftar ulang itu pun sudah termasuk pelaporan penggantian supplier untuk bahan bakunya. Artinya BPOM sendiri yang mengizinkan obat ini beredar. Lebih dari itu Vitalis mengatakan bahwa obat sirup yang mereka produksi tidak pernah masuk daftar obat penyebab gagal ginjal akut yang dirilis kemenkes.

Lantas, melihat dari fenomena ini menjadi wajar jika publik mempertanyakan kinerja pemberian izin edar dan pengawasan dari BPOM khususnya untuk jenis obat-obatan. Jika memang perusahaan farmasi tersebut dalam posisi yang salah, maka pertanyaan yang patut diajukan terlebih dahulu untuk BPOM adalah "Mengapa BPOM bisa sampai memberikan izin edar untuk produk obat tersebut? Apakah uji lab dan proses kualifikasi tidak dilakukan dengan standar keamanan yang tepat?" Lebih-lebih dari itu layaknya pertanyaan tentang izin operasional pun juga patut dipertanyakan untuk industri-industri obat dengan maturitas quality control yang rendah. "Mengapa diizinkan beroperasi?"

Tidak heran, BPOM sebagai otoritas pengawas obat dan makanan yang juga memberikan izin terhadap edaran konsumsi pangan dan obat-obatan dikritik banyak pihak. Terlebih dalam babak baru ini pun secara terpisah diduga ada produk AMDK Galon Sekali Pakai berbahan plastik PET yang sudah mengantongi izin edar dari BPOM, mengandung etilen glikol sebagai bahan pembuatan plastiknya. Maka apakah hal ini juga seharusnya berarti sebagai pengingat BPOM bahwa potensi bahaya etilen glikol juga ada di galon sekali pakai? Dan apakah sudah seharusnya BPOM melakukan reformasi total demi keselamatan masyarakat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline