Menurut penulis, Kabupaten Semarang merupakan sebuah wilayah kabupaten yang memiliki cerita sejarah yang cukup lengkap. Mulai dari masa Hindu-Buddha, masa kerajaan Islam, Kolonial, hingga masa perang kemerdekaan. Karena memiliki cerita sejarah yang lengkap itulah yang membuat penulis sangat tertarik untuk belajar lebih dalam lagi tentang sejarah lokal yang ada di Kabupaten Semarang.
Beribicara tentang sejarah masa Hindu-Buddha tidak bisa dilepaskan dari peninggalan-peninggalan sejarah yang berupa bangunan seperti candi. Kebetulan rumah penulis sendiri tidak jauh dari lokasi peninggalan sejarah candi Gedong Songo. Candi Gedong Songo hingga saat ini masih difungsikan sebagai objek wisata sejarah di Kabupaten Semarang. Bahkan menjadi salah satu wisata unggulan di Kabupaten Semarang. Lokasi candi ini berada di ketinggian 1200 meter diatas permukaan laut di lereng gunung Ungaran sehingga menawarkan pemandangan yang indah dan udara yang segar. Selain difungsikan sebagai objek wisata, candi ini juga masih difungsikan sebagai tempat ibadah bagi saudara-saudara kita yang beragama Hindu.
Kata Gedong Songo berasal dari bahasa Jawa yakni Gedong dan Songo. Gedong yang artinya adalah bangunan dan songo yang artinya adalah sembilan. Jadi kata Gedong Songo artinya adalah sembilan bangunan candi. Secara administratif candi ini terletak di Desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang.
Candi gedong songo merupakan candi yang bercorak agama Hindu. Hal ini terlihat pada bagian atap yang semakin ketas semakin meruncing bentuknya. Selain itu didalamnya juga terdapat lingga yang merupakan ciri khas dari candi Hindu bercorak syiwaistis. Di beberapa artikel dijelaskan bahwa candi ini pertamakali ditemukan oleh Raffles saat menjabat sebagai gubernur jenderal di Hindia-Belanda. Menurut artikel tersebut candi gedong songo saat pertamakali ditemukan di sekitarnya terdapat abu bekas pembakaran mayat sehingga menurut artikel tersebut fungsi dari candi gedong songo adalah sebagai tempat pendarmaan. Akan tetapi yang masih menjadi pertanyaan bagi penulis adalah jika candi tersebut difungsikan sebagai pendarmaan siapa yang didarmakan di candi tersebut ? apakah dia seorang raja atau seorang yang terpandang ? mengingat di beberapa situs seperti di candi Kidal merupakan candi tempat pendarmaan Anusapati serta candi Jago atau candi Jajagu yang merupakan tempat pendarmaan Toh Jaya. Anusapati dan Toh Jaya adalah dua tokoh yang pernah berkuasa di Tumapel atau Singhasari. Jika melihat dari lokasi dibangunya candi, maka menurut penulis candi ini difungsikan sebagai tempat untuk pertapaan. Yah ini hanya sebatas pendapat penulis saja yah, karena hingga saat ini belum ada prasasti yang menerangkan tentang candi gedong songo beserta fungsinya.
Lalu kapan candi ini didirikan ? candi Gedong Songo diperkirakan didirikan pada masa kekuasaan Dinasti Sanjaya dari Kerajaan Mataram Kuno. Candi ini dibangun sezaman dengan candi-candi yang ada didataran tinggi dieng atau sekitar pada abad ke 8 hingga 9 masehi. Melihat lokasi candi yang ada di sekitar lereng gunung membuat penulis ingat tentang kepercayaan masyarakat nusantara sebelum masuknya pengaruh Hindu dan Buddha. Menurut kepercayaan masyarakat nusantara sebelum masuknya pengaruh Hindu dan Buddha, gunung adalah suatu tempat yang suci karena dianggap sebagai tempat bersemayamnya nenek moyang. Ketika pengaruh Hindu dan Buddha masuk, maka kepercayaan tersebut sedikit berubah. Masyarakat pada masa Hindu dan Buddha memiliki kepercayaan bahwa gunung adalah tempat tinggal para dewa. Melihat lokasi candi yang dibangun di lereng gunung merupakan suatu bukti adanya perpaduan kepercayaan masyarakat asli nusantara dengan kepercayaan Hindu dan Buddha.
Tak lupa juga candi gedong songo juga berbalut mitos yang sudah beredar luas dikalangan masyarakat sekitar. Mitos tersebut dikaitkan dengan kisah pewayangan yang diambil dari kisah Ramayana dengan tokohnya adalah Dewi Shinta, Rama, Dasamuka, dan Anoman. Bahkan di candi ini juga terdapat patung Anoman. Menurut mitos masyarakat sekitar di hutan sekitar candi terdapat sosok raksasa bernama Dasamuka. Karena adanya mitos itulah ada beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan oleh pengunjung. Larangan tersebut diantaranya adalah dilarang membawa minum-minuman keras atau minuman yang memabukan. Konon katanya jika ada yang membawa minuman tersebut maka akan mengundang kedatangan sosok Dasamuka. Larangan yang kedua adalah dilarang melakukan tindakan asusila dan perbuatan yang tidak sopan. Dan larangan yang ketiga adalah dilarang merusak, mencorat-coret atau memindahkan batuan candi. Jika anda melanggar larangan tersebut, maka anda akan dikenakan hukuman yang terdapat didalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H