Lihat ke Halaman Asli

Rion Nofrianda

Berbagilah Kisah Kita Tak Sama

Bermain Bola di Ladang, Rindu Masa Kecil!

Diperbarui: 6 Maret 2023   19:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Potret lapangan hijau di ladang (Dokumen Fajar Menyingsing)

Jauh sebelum hadirnya lapangan futsal, kami yang besar dan tumbuh di desa sudah menikmati permainan sepak bola khususnya bagi generasi 90an dan 2000an awal. Pasalnya, saat itu sedang populernya film Captain Tsubasa dan anak-anak dimasa itu mengibaratkan dirinya sebagai tokoh kartun dari negeri samurai Jepang itu.

Ada saja tempat untuk bermain sepakbola dengan istilah kata, dimana ada lapangan kosong, disitu bisa untuk bermain sepakbola. Selagi terdapat lahan untuk bermain bola pasti akan dimanfaatkan untuk bermain bola.

Teringat pada saat itu lima sekawan Harno, Apis, Falah, Bintang dan Afdhal selalu meluangkan waktu setiap sorenya bermain bola di ladang tak jauh dari rumah mereka. Ladang ini biasanya memang dibiarkan begitu saja pasca panen sebagai tempat mencari makan bagi ternak masyarakat. Momen inilah yang kemudian dimanfaatkan anak-anak desa untuk bermain sepakbola di ladang. 

Sepulangnya dari Madrasah Diniyah Amaliyah atau disingkat dengan MDA, setelah bersepakat untuk bertemu di lapangan. Harno, Apis, Falah, Bintang dan Afdhal buru-buru pulang dan mengganti pakaiannya untuk segera bermain bola di ladang. Kali ini tugas Apis membawa bola yang disimpannya di rumah, digantung persis dibalik pintu kamarnya. 

Setelah bertemu di lapangan, dengan jersey klub bola favoritnya masing-masing, mulai dari klub real madrid, Manchester United hingga klub Barcelona fc. 

Seolah tak habis pikir, ranting kayu pun dijadikan sebagai gawang dengan lebar dua setengah meter dan kiper siap menjaga gawangnya. Terkadang gawang dibuat dengan ukuran kecil dan tidak ada yang menjadi kiper semuanya menyerang, sehingga masing-masing berupaya untuk memasukkan bola ke gawang yang kecil tersebut.

Sorak sorai terdengar lantang di area ladang dan tak jarang beberapa masyarakat yang lewat di jalan semenisasi persis di bibir ladang berhenti untuk menyaksikan kehebohan Apis cs ini. Adzan maghriblah terkadang menjadi akhir dari permainan sepak bola setiap sorenya.

Keseruan ini terus saja berlangsung beberapa tahun, seolah waktu cepat berlalu hingga akhirnya mereka terpisahkan oleh keadaan. Beberapa diantaranya kini sudah harus menempuh pendidikan di Pekanbaru, Ibu Kota Provinsi Riau, dan ada juga yang sudah bekerja. Namun demikian, sesekali mereka tetap berkumpul dan reuni meskipun sudah tidak lagi bersama saat senja di lapangan hijau.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline