Lihat ke Halaman Asli

Mario Manalu

Jurnalis JM Group

Menanti Teori Generasi Baru Berbasis Pandemi Covid-19

Diperbarui: 28 November 2020   17:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Illustrasi (kompas.com)

Sorotan tentang dampak pandemi covid-19 secara psikologis sejauh ini lebih banyak difokuskan pada anak-anak karena dinilai paling rentan terhadap ancaman disorientasi akibat berbagai pembatasan aktivitas di masa pandemi ini. Penelitian terbaru The Office for Standards in Education (Ofsted) di Inggris menyimpulkan bahwa kelompok umur paling terdampak oleh pembatasan sosial dan fisik selama pandemi adalah kelompok anak usia pendidikan dini.

Dalam rilis yang dipublikasikan melalui web gov.uk, Ofsted merinci kemunduran kemampuan dasar anak-anak usia dini akibat pembatasan aktivitas di tempat-tempat pendidikan. 

Ada anak yang sebelumnya telah cukup mandiri (misalnya sudah bisa ke kamar mandi sendiri), kembali mengenakan popok; ada anak yang sebelumnya sudah bisa menggunakan pisau makan, setelah berdiam diri di rumah cukup lama menjadi lupa cara menggunakan pisau makan. Dari hasil kunjungan ke 900 tempat pendidikan  di Inggris, Ofsted mencatat kemunduran skills dasar anak-anak setelah berdiam di rumah cukup lama.

Baru-baru ini Mendikbud RI juga mewanti-wanti dampak dari pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang terlalu lama bagi anak. Sebagaimana dilaporkan oleh kompas.com, Mendikbud memperingatkan bahwa PJJ dapat menaikkan tingkat stres anak karena minimnya interaksi dengan guru, teman seusia, lingkungan luar dan karena berbagai kesulitan menjalankan PJJ.

Menurut catatan PBB, 265 juta anak di seluruh dunia tidak bisa ke sekolah akibat berbagai pembatasan selama pandemi (Kompas.com, 23/11/20). Dengan kata lain, ada 265 juga anak di seluruh dunia "dipaksa" menjalani rutinitas baru yang jauh berbeda dengan rutinitas harian mereka sebelumnya. Meminjam peringatan Mendikbud, 265 juga anak di seluruh dunia tercerabut dari interaksi-interaksi sosial yang selama ini dengan nyaman mereka jalankan di sekolah, di tempat bermain atau di tempat-tempat lain (di luar rumah).

Apakah perubahan drastis tersebut akan turut mempengaruhi karakter mereka ke depan dan menjadi ciri umum generasi yang lahir dan menjalani masa anak-anak di masa pandemi ini? Sejauh ini belum ada penelitian yang menelisik jawaban atas pertanyaan tersebut dan pandemi covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda akan segera berakhir. Maka artikel ini hanya ingin mencoba meletakkan pertanyaan tersebut dalam kerangka teori generasi yang telah umum diperbincangkan, kemudian bertanya lebih jauh: apakah teori tersebut perlu direvisi untuk memasukkan faktor pandemi covid-19?

Semakin Intens dengan Teknologi Digital

Klasifikasi generasi secara umum dibuat berdasarkan tahun kelahiran, kemudian dianalisis situasi sosial, ekonomi dan politik setiap era atau zaman di mana masing-masing generasi lahir dan tumbuh. Berdasarkan itu, dirumuskan karakteristik umum dari setiap generasi sesuai dengan pengaruh dari perkembangan masing-masing zaman.

Dalam teori generasi yang diuraikan Graeme Codrington dalam Mind the Gap: Own your past, know your generation, choose your future (Pinguin, 2012), hanya generasi Baby Boomers (lahir 1946-1964) yang karakteristiknya tidak dipengaruhi oleh perkembangan teknologi digital. Ciri umum generasi ini ditandai dan dipengaruhi oleh situasi sosial, ekonomi dan politik paska Perang Dunia II.

Generasi-generasi sesudahnya selalu dikaitkan dengan perkembangan teknologi digital. Generasi X (lahir 1965-1980) mulai mengenal internet dan vidio game. Pemberontakan pada nilai-nilai tradisional melalui sikap dan cara hidup mulai kelihatan pada generasi ini. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline