Lihat ke Halaman Asli

Jari Bicara

Salam literasi!

Tertawa dalam Senyap

Diperbarui: 3 Agustus 2024   20:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ai


"Komedi bisa menjadi cara katarsis untuk menangani trauma pribadi."
 ~Robin Williams

Sorot lampu panggung menari-nari di wajahnya, membentuk bayangan aneh yang kontras dengan senyum lebar yang dipaksakan. Arya, sang komedian, adalah raja panggung. Setiap leluconnya disambut gelak tawa penonton, setiap gerak-geriknya memikat perhatian.

Namun, di balik cerita lucu dan wajah ceria itu, ada seorang pria yang tengah berjuang melawan kegelapan dalam dirinya.

Dulu, tawa adalah bahasa ibunya. Setiap hari, rumah kecilnya dipenuhi oleh gelak tawa ayahnya yang hangat dan canda ibunya yang menggemaskan. Namun, sebuah tragedi merenggut kebahagiaannya. Kepergian ayahnya meninggalkan luka mendalam di hatinya. Tawa yang dulu menjadi sumber kebahagiaan, kini berubah menjadi mekanisme pertahanan diri. Dengan membuat orang lain tertawa, Arya berharap bisa melupakan kesedihannya.

Dunia hiburan menyambutnya dengan tangan terbuka. Setelah memenangkan berbagai acara kompetisi stand-up comedy, Arya mulai terkenal dan sering tampil di berbagai tempat. Sehingga ia memutuskan untuk tinggal di kota, tempat di mana orang seperti dirinya banyak dicari dan dihargai.

Panggung menjadi tempat pelariannya dari kenyataan pahit. Setiap kali naik panggung, dia merasa hidup. Namun, euforia itu hanya bersifat sementara. Saat lampu panggung padam dan penonton beranjak pergi, kesepian kembali menyelimuti hatinya. Ia hanya tinggal sendiri di kota itu, dalam sebuah apartemen hasil jerih payahnya menekuni dunia hiburan selama ini.

Tidak ada teman, pacar, atau apa pun untuk tempatnya bercerita. Menumpahkan segala kegelisahan dan kesedihan yang selalu datang. Seakan hatinya teriris ketika bayang-bayang itu muncul: kepergian sang ayah.

Sehingga untuk mengisi kekosongan yang mendalam itu, Arya mulai berkenalan dengan alkohol dan obat-obatan terlarang. Walaupun ilegal, tidak sulit mendapatkan benda itu di kota. Dia rela membayar mahal dengan harapan zat-zat kimia itu bisa membius rasa sakitnya. Menjadi pelarian atas rasa pahit yang dia alami. Juga menjadi tempatnya mencari rasa bahagia. Namun, semakin dalam dia tenggelam dalam kegelapan, semakin sulit baginya untuk keluar.

Setiap malam, sebelum naik panggung, Arya selalu bercermin. Dia melihat wajahnya, mukanya mulai tirus dengan mata yang sayu, seakan tidak mengenali sosok di cermin itu.

Dia mencoba tersenyum, tapi senyum itu terasa dipaksakan. Arya adalah seorang aktor yang memerankan peran seorang badut, sang pemberi kebahagiaan bagi orang lain, tapi dia sendiri tidak bisa merasakan kebahagiaan itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline