Lihat ke Halaman Asli

Nuklir: Teknologi Dua Zaman

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Manusia adalah sosok sentral dan utama dalam permainan teknologi dunia. Manusia sebagai makhluk pemegang kekuasaan mempunyai kewajiban untuk meningkatkan kehidupan. Jalan lebar yang terbentang adalah dengan memanfaatkan potensi alam sebagai lahan penelitian dan inovasi teknologi. Tak dipungkiri bahwa semua alat dan bahan untuk mencapai peningkatan kehidupan telah tersedia di alam. Alam menyimpan misteri besar yang menunggu manusia untuk menyibaknya. Kini manusia mempunyai dua pilihan. Apakah bersedia membongkar misteri alam tersebut? Atau bertahan dengan teknologi yang sudah ada? Membiarkan kekayaan alam menjadi barang yang tak berguna.

Ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi hal yang tak terpisahkan dengan kehidupan manusia. Implementasi dan aplikasi IPTEK memunculkan fleksibilitas dan kemudahan dalam berbagai bidang kehidupan. Pertumbuhan teknologi yang menjamur memantapkan manusia untuk menyongsong kehidupan dunia di masa depan. Tak terkecuali di Indonesia. Hanya saja, ada satu bidang yang masih menjadi misteri : energi nuklir.

Terjadi kerancuan untuk menggolongkan nuklir sebagai energi terbarukan atau tidak. Energi terbarukan senantiasa tersedia di alam dalam waktu yang relatif sangat panjang sehingga tidak ada kekhawatiran jika akan kehabisan sumbernya. Energi terbarukan merupakan sumber energi yang dapat dengan cepat dipulihkan kembali secara alami dan prosesnya berkelanjutan. Persediaan uranium di bumi sebagai bahan bakar dalam pembangkit listrik tenaga nuklir memiliki batasan jumlah. Menurut data World Nuclear Assosiation, tahun 2006, sumber daya uranium dunia yang secara ekonomis dapat dimanfaatkan sebesar 4,7 juta ton. Dengan tingkat konsumsi uranium dunia saat ini sebesar 64 kilo ton per tahun, cadangan tersebut bisa bertahan hingga 75 tahun. Kekhawatiran akan habisnya uranium-235 sebagai bahan bakar pembangkir listrik tenaga nuklir membuat energi nuklir tidak bisa digolongkan ke energi terbarukan. Uranium-235 hanya sedikit tersedia di alam, yaitu sebesar 0,72%. Sisanya adalah uranium-238. Kelebihan vital uranium adalah dapat ‘berkembangbiak’ dari hasil proses pencampuran uranium-235 dan uranium-238 yang menghasilkan uranium-239. Uranium-239 inilah yang memiliki kemampuan membelah diri dan menghasilkan energi sebagaimana uranium-235. Hal yang menarik untuk diperhatikan adalah cadangan uranium dunia dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit listrik dengan rincian, 1 pellet uranium (7 gram uranium) dapat menghasilkan listrik yang besarnya sama dengan listrik yang dihasilkan 1 ton batubara, 149 galon minyak bumi, dan 17.000 kaki kubik gas alam. Dengan kata lain, disamping kemampuan hebat uranium untuk terus ‘berkembangbiak’ menjadi bahan bakar pembangkit listrik, uranium dalam skala kecil dapat menghasilkan listrik yang sangat besar. Upaya yang dilakukan sekarang adalah menjaga pasokan listrik dunia dengan tujuan meningkatkan kehidupan manusia di masa depan. Nuklir menjadi salah satu sumber energi masa depan karena tingkat produksi dan efisiensi energi yang tinggi.

Menilik ke bidang energi Indonesia, pada tahun 2008, Indonesia keluar dari Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro mengatakan bahwa status Indonesia sebagai pengimpor minyak dengan tingkat produksi yang terus menurun menyebabkan Indonesia memiliki perbedaan kepentingan dengan OPEC. Indonesia sekarang ini tidak lagi menjadi oil exporting country, namun telah menjadi oil importing country. Indonesia mengkonsumsi sejumlah bahan bakar minyak dan fuel yang tidak sedikit. Perubahan ‘sistem negara’ dari oil exporting country menjadi oil importing country tersebut mengisyaratkan bahwa Indonesia mengalami penyusutan produksi pasokan bahan bakar minyak dan fuel. Dampak positif dari hal tersebut adalah Indonesia dapat berkonsentrasi memenuhi pasokan listrik dalam negeri yang digunakan untuk pembangkit listrik tenaga bahan bakar fosil dan pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Kehadiran nuklir sebagai pembangkit listrik akan dapat membantu meng-cover persediaan bahan bakar minyak dalam negeri. Program konkrit dari upaya untuk memelihara persediaan bahan baku pembangkit energi (nuklir dan bahan bakar fosil) adalah pengklasifikasian peran antara bahan baku penghasil energi tersebut. Pembagian ‘kerja’ antara nuklir dan bahan bakar fosil (batubara, minyak bumi, gas alam) harus dibuat sejelas-jelasnya. Pembagian fokus penggunaan sumber energi tersebut dapat memunculkan prospek pemanfaatan yang baik dan tepat. Energi nuklir yang berkonsentrasi pada pembangkitan listrik bersama dengan batubara diproyeksikan untuk menjaga ketersediaan pasokan listrik dalam negeri. Sedangkan untuk minyak bumi dan gas alam, penggunaanya dikhususkan untuk kebutuhan masyarakat dikehidupan sehari-hari, seperti gas elpiji, bahan bakar kendaraan bermotor, dan lain sebagainya. Sehingga, kekurangan bahan baku untuk pembangkit listrik dapat saling menutupi.

Data yang dapat diperhatikan adalah perkiraan produksi batubara tahun 2013 sebesar 366 juta ton. 20,30% produksi batubara tersebut digunakan untuk kepentingan dalam negeri. Tentunya, untuk tahun-tahun kedepan, produksi batubara tersebut akan menyusut karena batubara merupakan sumber energi tidak terbarukan. Melalui pembagian ‘kerja’ antara nuklir dan batubara, jumlah batubara yang diproduksi dapat ditekan untuk cadangan sumber energi masa depan. Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyebutkan bahwa cadangan sumber daya batubara nasional adalah 142 miliar ton dan akan habis 75 tahun lagi. Langkah-langkah penghematan yang bisa diambil dari fenomena ini adalah dengan membuat rasio penggunaan cadangan batubara dan uranium. 50% cadangan batubara nasional dapat diproduksi untuk memenuhi kebutuhan di masa sekarang dan sisanya disimpan untuk masa depan. Batubara yang diproduksi dioptimalkan untuk pembangkitan listrik Indonesia. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) menyebutkan bahwa Indonesia memiliki cadangan uranium sebesar 53000 ton yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembangkit listrik tenaga nuklir, yakni sebanyak 29000 ton di Kalimantan Barat dan 24000 ton di Bangka Belitung. 50% cadangan uranium Indonesia digunakan untuk menutupi sisa yang ditinggalkan oleh batubara. Sehingga dengan mengoptimalkan penggunaan 50% cadangan batubara dan uranium dari jumlah total, Indonesia dapat memasok listrik dan menyimpan sisanya sebagai cadangan bahan baku energi masa depan. Dengan kata lain, nuklir menjadi stabilisator pasokan listrik negara.

Merujuk dari upaya tersebut, peningkatan IPTEK nuklir sangat diperlukan untuk mengoptimalkan fungsi dan kegunaan bahan bakar uranium. Jangan sampai karena ada ketakutan dan kekhawatiran tentang bahaya PLTN membuat cadangan uranium terbengkalai dan tidak digunakan sebagaimana mestinya.

Polemik yang dihadapi adalah penggolongan energi nuklir. Energi nuklir dipandang sebagai energi tak terbarukan. Teknologi nuklir menggunakan teknologi fisi dengan bahan bakar sekali pakai. Bahan bakar PLTN yang berupa uranium alam akan habis dalam waktu kurang dari satu abad. Jika jumlah konsumsi energi nuklir meningkat maka tentu akan habis dalam waktu yang lebih singkat. Alasan tersebut membuat energi nuklir tidak dimasukkan ke energi terbarukan. Namun, ditemukan suatu metode pengaturan, pengelolaan, atau pengolahan bahan bakar bekas. Metode tersebut adalah nuclear spent fuel reprocessing atau pemrosesan kembali bahan bakar nuklir. Bahan bakar bekas masih mengandung sekitar 96% uranium dengan kandungan bahan fisil uranium-235 kurang dari 1%. 3% dari bahan bakar bekas dikategorikan sebagai limbah aktivitas tinggi. 1% sisanya berupa plutonium yang diproduksi selama bahan bakar berada di dalam reaktor dan tidak mengalami pembakaran. Selanjutnya dilakukan pemisahan uranium dan plutonium dari produk fisi. Uranium yang dihasilkan dikonversi menjadi uranium hexaflourida untuk kemudian dilakukan pengkayaan. Plutonium yang diperoleh dicampur dengan uranium diperkaya dan menghasilkan bahan bakar MOX (Mixed Oxide). MOX inilah yang dijadikan bahan bakar nuklir. Melalui nuclear spent fuel reprocessing, bahan bakar nuklir dapat diperbarui. Metode tersebut menunjukkan bahwa uranium dapat didaur ulang untuk digunakan kembali dan membuktikan bahwa uranium bukan merupakan bahan bakar sekali pakai.

Metode daur ulang bahan bakar yang telah ditemukan menunjukkan bahwa dengan pengembangan IPTEK nuklir, energi nuklir dapat ‘dialihfungsikan’ menjadi sumber energi terbarukan. Pemanfaatan energi nuklir yang tepat, optimal, dan berkesinambungan akan membawa kehidupan manusia menuju kesejahteraan. Umat manusia dimasa depan mengharapkan manusia-manusia unggul dan tangan-tangan yang tepat untuk mengelola sumber daya alam zaman sekarang. Sistem pengelolaan, pemanfaatan, dan pelestarian sumber daya yang baik akan menjadi modal untuk menyongsong kehidupan masa depan. Pemborosan sumber daya alam hanya akan menyebabkan bencana, bahkan dapat menyebabkan suatu ‘kepunahan’ peradaban dimasa depan.

Energi nuklir mempunyai prospek yang tinggi, efektif, dan efisien sebagai tumpuan sumber energi masa depan. Melalui strategi, metode dan pemantapan penggunaan uranium sebagai bahan bakar nuklir, energi nuklir akan muncul sebagai energi terbarukan. Pemanfaatan IPTEK nuklir sebagai sumber energi sebagai energi terbarukan akan meningkatkan peradaban dan kehidupan manusia kelak. Maka dari itu, buang jauh sikap pesimis terhadap penggunaan energi nuklir. Melalui pergerakan terintegritas di bidang IPTEK nuklir, manusia dapat menyongsong masa depan dengan kehadiran nuklir sebagai sumber energi terbarukan. Nuklir untuk sekarang dan masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline