Lihat ke Halaman Asli

Kampung

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saat itu umurku masih 5 tahun ketika saya dan mama pindah ke kampung, kampung halaman mama yang masih minim dengan ketersediaan listrik dan sarana modern yang bisa lebih memudahkan pekerjaan para penduduk desa ini seperti yang dimiliki perkotaan. Di kampung ini saya dan mama tinggal dengan kakek dan nenek serta tante neni (adik mama). Mama adalah orang yang pintar dan tidak membutuhkan waktu lama untuk jadi orang yang dihormati di kampung ini, walaupun keseharian mama dan tante neni dan kakek adalah memanen cokelat dan hasilnya dijual di pasar seperti penghasilan sebagian beasr para penduduk kampung ini,mama juga mengajar mengaji anak-anak di sini dan bukan hanya itu mama juga mengajarkan membaca penduduk di sini.

Seeiring bertambahnya waktu dan tubuhku yang semakin besar akhirnya aku mengerti sebab mama dan papa harus pisah karena keputusan sepihak mama untuk pindah ke kampung, entah alasannya apa namun papa tidak setuju dan tetap ingin bertahan di kota yang akhirnya membuat mereka harus bercerai dan aku ikut dengan mama. Memang mama dan papa sudah pisah namun aku sering menerima surat yang di bacakan oleh mama dari papa, setelah aku bisa membaca dan menulis sendiri aku pun jadinya sering berkiriman surat dengan papa, bukan hanya itu surat-surat dari papa tentang keberadaan dan kesehariannya ternyata telah memberikanku mimpi untuk tinggal dengan papa.

“ma, aku mau ke papa!”

“boleh kok nak, tapi setelah kamu lulus SMP yah?” walaupun raut wajah mama yang nampak sedih namun mama tetap berusaha tersenyum ikhlas dan sepertinya juga mama juga sudah tau hari seperti ini akan datang.

***

Selama 12 jam di bis akhirnya saya dan mama sampai juga di terminal tempat papa sudah menunggu saya. Saya memeluk ibu dengan erat ketika ibu sudah akan berangkat pulang.

“jangan lupa rumahmu yang sebenarnya nak”

Itulah kata-kata yang tidak kumengerti dari yang mama ucapkan sambil meneteskan air mata dan dengan sedih melepaskanku tuk tinggal dengan papa. Aku tau akan butuh waktu lama saat aku bisa mengujungi mama lagi, namun dalam hati aku akan berusaha memberikan yang terbaik buat mama dan membanggakannya.

Di kota aku di sekolahkan di salah satu SMA negeri yang cukup terkenal oleh papa, dan aku berhasil meraih prestasi dalam sekolah itu, nilaiku di semua mata pelajaran cukup tinggi dan di atas rata-rata walaupun tidak menjadi juara satu namun kebanggaan dan penghargaan papa telah menunjukkan kebanggaannya padaku sampai-sampai papa bilang bahwa kecerdasan dan kepintaranku ini mirip dengan mama.

Aku memang kurang tau tentang masa lalu mama, sampai saat papa yang bercerita padaku.

“mamamu itu dulu adalah wanita yang berprestasi di sekolah bahkan universitasnya, mamamu itu bukan hanya cantik namun juga selalu menjadi seorang pemimpin dalam organisasi-organisasi yang di ikutinya,pokoknya dia mirip seperti kamu lah…tidak seperti papa yang kerjaannya cuman mikirin bisnis, hahaha”

“lohtrus kenapa mama pindah ke kampung pa??” tanyaku penasaran.

“nah itu dia yang entah kenapa mamamu menyia-nyiakan kecerdasan dan kepintarannya itu, sampai saya harus berdebat panjang dan mesti berpisah karena keputusan yang papa tidak mengerti itu, mamamu mengatakan sesuatu yang papa lebih tidak mengerti saat itu “aku tidak mau mengikuti keegoisanku yang bisa melenyapkan jati diriku yang sebenarnya”, itulah kata-kata dari mamamu”

Memang benar bahwa bahkan akupun tidak mengerti apa yang dipikirkan dan telah dikatakan oleh mama. Saat setelah lulus SMA pernah aku mengunjungi mama waktu itu dan mengutarakan niatku bahwa ingin melanjutkan kuliahku, namun tidak seperti biasanya mama jadi tidak banyak cerita walaupun raut wajahnya menggambarkan sebuah kerinduan yang sangat besar. Sambil menerawang kedalam hutan yang coklat yang masih hijau itu mama akhirnya berkata “jalanilah waktumu yang tidak akan membawa penyesalan bagimu dan orang lain nak”.

Sunggu aku tidak mengerti apa sebenarnya maksud dari kata-kata mama itu, sama seperti kata-kata sebelumnya yang belum juga aku temukan artinya namun aku tidak mempedulikan itu dan terus berusaha menggapai citacitaku untuk membahagiakan mama.

Setelah lulus kuliah di bidang ekonomi, aku menjadi salah satu ahli ekonomi yang berhasil di kota dan menyelesaikan beberapa masalah infrastruktur kota besar. Berbekal semua prestasi dan pengalaman itu tentu saja aku tidak melupakan mimpiku yaitu membanggakan mamaku.

Setelah berusaha mengajukan beberapa proposal akhirnya proposal tentang pembangunan kampungku sendiri akhirnya berhasil. Pemerintah bersedia mendanai untuk membangun desa dan kampung halaman mamaku itu.

“ini akan menjadi kejutan buat mama, dan aku yakin mama pasti akan sangat senang dan bangga kepadaku”pikirku

Setelah semuanya siap aku dan timku menuju kampung tempat mamaku tinggal untuk observasi lanjutan dan tentu saja ini tanpa sepengetahuan mama karena harpku adalah sebuah kejutan yang membahagiakannya. Namun hal yang sangat tidak kuduga terjadi.

“saya tidak setuju, pergi kalian!”bentak mamaku

“ta..tapi ma,ini untuk kampung ini juga” belaku

“tidak…kalian semua tidak mengerti…kami semua tidak membutuhkan bantuan kalian” emosi yang meluap-luap dari mamaku.

“loh ma…bukankah ini bagus untuk kampung kita ini ma?”

Karena percakapan dengan orang terhormat yang tidak lain adalah mamaku yang ternyata tidak disetujui walaupun saya dan timku sudah berusaha untuk membujuk dan menerangkan tentang keuntungan pembangunan ini,namun tetap tidak membuahkan hasil. Bahkan akupun jadi ikut-ikutan emosi dan ngotot berusaha menjelaskan.

“kenapa sih mama keras kepala begini??ini untuk kebaikan orang-orang kampung ini juga kan ma??mereka juga berhak mendapatkan fasilitas dari pemerintah ma…”sebelum saya melanjutkan mama sudah memotongnya duluan.

“kamu tau apa nak tentang mereka hah??kamu belum mengerti juga tentang kepindahan mama ke kampung??lilhatlah disekelilingmu…”

Sesuai perkataan mama saya melihat kesekelilingku dan tetap tidak mengerti karena yang kutatap hanyalah pohon tinggi, beberapa rumah panggung dari kayu.

“benar nak, inilah kehidupan mama yang sebenarnya, memang orang-orang punya mimpi…namun saya tidak mau mimpi ini merusak kehijauan yang telah dimiliki sejak zaman dahulu oleh kampung ini, apa sekarang di kota kamu susah melihat kehijauan?? Tentu saja susah karena orangorang di sana taunya hanya membangun dan memodernitaskan apapun tanpa mau menikmati dan menghargai apa yang telah mereka miliki sejak moyang pertamamu menginjak tanah nusantara ini nak. Mengapa mereka mau di bodoh-bodohi dengan slogan Go green namun tetap membebaskan industri menggerogoti kampung-kampung seperti tempat mama sekarang ini?? Bukankah mama pernah bilang sama kamu nak bahwa kamu boleh bermimpi namun jangan sampai membuat penyesalan bagimu dan orang lain?? Bisakah kamu mengerti itu nak, lihatlah mamamu yang menikmati kehidupan sederhana di sini dan tolonglah jangan di rubah itu semua!

Itulah kata-kata terpanjang mamaku setelah sekian lama, namun telah membuat kami tercengang dan tak bisa berkata apa-apa.

Makassar 28 may 2012




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline