SIKAP BUDI PEKERTI YANG HARUS DITERAPKAN PADA KORBAN PERCERAIAN
SIKAP BUDI PEKERTI YANG HARUS DITERAPKAN PADA KORBAN PERCERAIAN
DI TINGKAT REMAJA
Di susun oleh : Riny Kusumawati
PENDAHULUAN
Dalam artikel ini penulis akan membahas imbas psikis remaja korban KDRT yang berakhir terjadi perceraian. Fenomena keluarga broken home dalam masyarakat saat ini sudah menjadi hal yang wajar atau biasa. Keluarga broken home merupakan pasangan suami dan istri yang mengalami permasalahan dalam keluarga kemudian memutuskan untuk mengakhiri suatu hubungan dengan kata perceraian yang pada umumnya berdampak pada psikologis anak baik dalam pendidikan maupun lingkungan sosialnya. Perilaku anak yang tidak sesuai dengan norma karena kurang adanya perhatian, kasih sayang atau salah satu dari orangtua yang tidak ikut berperan dalam proses tumbuh kembangnya pendidikan anak,sehingga anak merasa kehilangan salah satu figure teladan yang seharusnya menjadi panutan dalam perilaku moral anak.
Sesudah perceraian, menuntut peran ganda dari orangtua untuk memperhatikan pendidikan moral anak, sehingga anak dalam bersikap tidak merasa kehilangan sosok panutan teladan dalam hidupnya. Keluarga yang berantakan (broken home) dapat dilihat dari dua aspek: yang pertama keluarga itu terpecah karena strukturnya tidak utuh sebab salah satu dari kepala keluarga meninggal dunia atau telah bercerai, dan kedua orang tua tidak bercerai akan tetapi struktur keluarga itu tidak utuh lagi karena ayah atau ibu sering tidak di rumah atau tidak memperlihatkan hubungan yang kasih sayang. Misalnya orang tua sering bertengkar sehingga keluarga itu tidak sehat secara psikologis sehingga berdampak terhadap anak, seperti malas belajar, menyendiri, agresif, membolos, dan suka menentang orang tua atau guru.
PEMBAHASAN
Dari data yang saya kutip dibeberapa media sosial maupun website seperti data MABES POLRI (2022) Pengadilan Agama (2023) dan Lembaga Pendidikan Nasional (2023) Mayoritas imbas dari KDRT adalah perceraian yang dilibatkan dalam perceraian ini bukan hanya suami istri saja, tetapi ada anak dan keluarga besar. Saat ini remaja yang kita sebut sebagai Gen Z mempunyai sikap mental yang lebih lemah dibanding generasai milenial. Apalagi didukung adanya gadget dan media sosial yang seolah olah membuat keterpurukan mereka menjadi sesuatu yang menyedihkan.