Lihat ke Halaman Asli

Rinto F. Simorangkir

Seorang Pendidik dan lagi Ambil S2 di Kota Yogya dan berharap bisa sampai S3, suami dan ayah bagi ketiga anak saya (Ziel, Nuel, Briel), suka baca buku, menulis, traveling dan berbagi cerita dan tulisan

Angkringan Mbah Watimin dan Suami, Perjuangan di Sisi Selatan UGM

Diperbarui: 30 November 2022   23:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kolase foto Mbah Watimin dan Suami Pak Tulus (dokpri)

Sejarah lahirnya Angkringan seperti yang dilansir oleh Merdeka.com (2/11/2022) diperkenalkan oleh Mbah Djukut asal Desa Ngerangan, Kecamatan Bayet, Klaten. Sehingga tidak mengherankan jika sekarang desa tersebut menjadi desa Angkringan terbesar sebab hampir 70-75 persen warganya adalah penjual angkringan.

Ada dua versi cerita yang beredar saat Mbah Djukut menjual angkringannya untuk kali pertama. Yakni antara dia menjual di Solo atau di Yogyakarta tepatnya daerah Tugu. Beliau membawa dagangannya dengan sebilah bambu dan dilengkapi lampu senthir. 

Mana yang benar kita tidak tahu, tapi yang jelas model jualan makanan dengan sistem angkringan kini sudah membuat seorang penyair terkenal asal Jogja, Joko Pinorbo mendefinisikan Jogja tersebut dengan salah satu term nya adalah angkringan.

sumber : nongkrong.co

Frase, "Jogja terbuat dari rindu, pulang dan angkringan" hampir bisa kita temui di beberapa tempat di Yogya. Salah satunya di tempat dimana saya tinggal saat ini yakni di daerah Danurejan, sekitar Malioboro.

Diri ini yang sedang menempuh kuliah juga sekalian mencoba mencari inspirasi dari sekelilingku untuk bisa dibuat menjadi bahan tulisan. Dan kali ini bertemu dengan Mbah Watimi bersama dengan suami, Pak Tulus. Dalam sebuah pertemuan yang tak disengaja tadi siang, Rabu (30/11/2022) ketika Jogja sejak paginya diguyur dengan hujan terus.

Swafoto dengan Pak Tulus (dokpri)

Ketika akan masuk kuliah di sore hari, sempat mampir ke angkirannya Bapak Tulus di sisi Selatan UGM. Mengisi perut dan berbincang-bincang hangat dengan keluarga ini. Saat tiba di angkringan tersebut, ketemu dengan sang Ibu Watimin, yang sedang menjaga. Sementara sang suami Bapak Tulus lagi pulang ke rumah untuk istirahat dan bersih-bersih. Ibu Watimin-pun dengan sigap mempersiapkan menu pesanan saya.

Keluarga ini tampak kompak di dalam pemenuhan ekonomi keluarganya. Meskipun tampak sudah sepuh dengan usia yang hampir 60 tahunan sementara sang Ibu yang berusia 50 tahunan juga, mereka tampak terus semangat dan berjuang di dalam menjajakan angkringannya.

Tidak ada rasa lelah, bahkan muka mereka kerap cerah untuk menyambut para pelanggan, dan ramah ketika ada orang yang mau bertanya. Rasa iripun tidak terpancar meskipun saingan dari angkringan beliau, di depan atau di seberang jalan serta sejajar dengan angkringan Bapak Tulus ada banyak juga warung-warung makan seperti gudeg, dan penjaja Bakso maupun makanan lainnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline