Sungguh miris jika banyak guru yang telah mengabdikan dirinya ke pedalaman, tidak tersentuh oleh layanan dan fasilitas yang mungkin banyak tersedia di perkotaan.
Bahkan jauh lebih miris jika akhirnya fasilitas darurat yang harus dikerjakan tersebut ada dan tersedia di lokasi pedalaman tersebut, dimana sang guru tersebut ambil bagian di dalamnya, ternyata dirinya harus jadi korban karena kurang baiknya fasilitas jembatan yang mereka bangun disana.
Hal itulah yang dialami oleh teman saya, Sarlius Soeka yang adalah seorang guru yang berada di daerah pedalaman suku Wana yang ada di pedalaman hutan Morowali, Sulawesi Tengah, harus menghembuskan nafasnya terakhir kalinya pada 5 Mei, empat hari yang lalu.
Akibat kecelakaan dan jatuh dari jembatan yang Ia bangun bersama dengan orang pedalaman di Suku Wana di tahun 2020 lalu. Jembatan tersebut diperbaiki atas inisiatif teman ini, yang juga adalah merangkap menjadi kepala dusun di tengah-tengah suku Wana ini.
Bahkan untuk mengevakuasi sang almarhum butuh waktu 10 jam untuk bisa ke pusat kota, supaya bisa ditindaklanjuti lebih baik lagi penangangannya.
Dan harus digotong oleh puluhan orang berjalan kaki sejauh 20 km untuk bisa diangkut pakai ambulance. Karena akses jalan maupun akses jembatan untuk bisa sampai ke tengah-tengah orang pedalaman suku Wana tersebut, sangatlah darurat dan sulit ditembus bahkan pakai kendaraan roda dua.
Meskipun jumlah orang-orang yang ada di sana masih ratusan jiwa, dan penghidupan mereka hanya mengandalkan hutan dan hasil hutan, tak sepantasnya lah kita, bahkan pemerintah menutup mata untuk bisa memperbaiki fasilitas jalan yang ada.
Bahkan para guru-guru yang sudah mengabdikan dirinya berada di tengah-tengah suku pedalaman sekalipun, harusnya mendapatkan perhatian besar bagi pemerintah kita saat ini.
Memang tidak melulu soal pendapatan atau hasil yang mungkin mereka dapatkan setelah sekian tahun mengajar disana, tapi berharap dengan adanya akses jalan yang baik bahkan akses jembatan yang baik yang menghubungkan antara dua desa, yang ada di Desa Lemowali dan Desa Salubiro di tengah-tengah pedalaman tersebut, tentu akan jauh lebih membuat para guru yang telah mengabdikan diri mereka bisa bertahan disana akan semakin jauh lebih aman untuk bisa melayani baik di sekolah maupun di tengah-tengah masyarakat.
Butuh perjuangan panjang bagi para guru sebenarnya untuk bisa berada di tengah orang atau suku pedalaman. Apalagi memutuskan untuk bisa bertahun-tahun hidup di tengah-tengah mereka dan berupaya mencerdaskan kehidupan anak-anak bangsa yang boleh dibilang wajib mendapatkan pendidikan yang sama dan pendidikan yang sederajat seperti pendidikan yang ada di kota-kota lainnya.