Isu ini coba saya angkat mengingat ternyata tak mudah untuk mengalahkan bahkan kalau bisa memberantas keberadaan mereka. Pasalnya jika kerakusan dan ketamakan masih terus dimiliki oleh segelintir orang-orang yang ada dan bahkan mereka punya kekuasaan dan duduk di pemerintahan.
Alangkah bahayanya jika negara ini bisa disetir oleh para mafia-mafia. Khususnya di tengah-tengah upaya Bapak Jokowi menegakkan Reformasi agraria setegak-tegaknya, dan tanah-tanah yang seyogyanya bisa dimiliki oleh rakyat Indonesia ternyata dikuasai oleh para Mafia tanah yang ada.
Bahkan setiap tahunnya Bapak Jokowi lewat kementerian ATR BPN sudah menargetkan sertifikat tanah bisa dikeluarkan jutaan bidang sertifikat sebagai tanda kepemilikan yang sah atas tanah yang dimilikinya. Di tahun 2021 ini, target yang sudah dibuat Bapak Jokowi ke Kementerian ATR BPN mencapai 9 juta bidang tanah. Mei lalu sudah lebih dari 20 persen nya.
Tapi masalah timbul seiring percepatan yang dilakukan oleh Bapak Jokowi, lewat program sertifikasi tanah nasional. Para mafia-mafia pun tak kurang cepat bergerak melawan percepatan yang dilakukan oleh Bapak Jokowi. Bergerak dan sangat masif menguasai aset-aset tanah jangankan aset milik negara milik desa pun tak luput dari kerakusannya untuk diembat nya.
Seperti yang terjadi di desa dimana penulis tinggal yakni Desa Rumah Sumbul yang memiliki tanah ulayat yang tepatnya berada di Dusun 3 Desa Rumah Sumbul seluas 80,1 ha bidang tanah. Ketika Kelompok Tani mencoba menggarap bidang tanah ini, oknum Mafia tanah yang berada di Desa tetangga Ruma Sumbul terusik dan tak tinggal diam.
Bahkan tanpa memiliki surat-surat yang menyatakan bahwa itu adalah milik Desa tetangga, sang oknum pemdes nya berani membuat tembok beton pembatas seakan-akan itu sudah menjadi hak miliknya. Dirinya pun mengundang sejumlah preman yang bersiap menjaga 24 jam lahan yang akan dikelola oleh kelompok Tani Rumah Sumbul.
Alhasil tanah yang sudah dikelola selama kurang lebih 1 bukan itu terbengkalai.
Mencoba mengadu ke sejumlah pihak, mulai dari kecamatan, ke BPN setempat, ke Polsek bahkan sudah dibawa ke persidangan anggota DPRD Deli Serdang lewat Ruang Dengar Pendapat yang digelar September lalu, juga sampai sekarang belum menemui titik cerah akan ada kejelasan.
Kemudian saat melihat kembali pernyataan demi pernyataan oleh Bapak Menteri Sofyan Jalil hingga Bapak Menko Polhukam, Mahfud MD baru-baru ini tidak menafikan bahwa para Mafia tanah tersebut sudah ada di barisan jajaran kementerian nya. Hingga di tingkat penyidikan dan peradilan, sang oknum Mafia tanah sudah masuk dan terus merajalela.
Jika kondisi yang sudah demikian parahnya, bagaimana kita bisa mengalahkan bahkan memberantas oknum-oknum Mafia tanah yang nota bene bukan hanya ada di Pusat di daerah-daerah pun mereka bermain dan terus bergerak?