Demo kali ini tak boleh dianggap sebelah mata. Alias pemerintah harus benar-benar mencarikan solusi yang terbaik bagi masyarakat. Dimana demo ini mayoritas adalah orang-orang batak, dimana babi adalah bagian dari budaya orang batak, tentu sangat menginginkan solusi yang terbaik bisa diberikan oleh pemprovsu kepada warga Sumut.
Warga Sumatera Utara kemarin Senin (10/2) telah melakukan long march atau berjalan dengan puluhan ribu massa yang datang dari berbagai daerah yang ada di Sumatera Utara. Tentu demo kali ini bukan merupakan aksi yang pertama yang telah dilakukan oleh beberapa komunitas peternak babi di Sumatera Utara. Meskipun aksinya bukan turun di jalanan untuk bisa menyuarakan secara langsung protes kepada pemerintah Sumatera Utara, melainkan membentuk semacam event-event seperti festival babi.
Dimana seperti yang dilansir oleh tribunnews.com (10/2/2020), demo kali ini sebagai aksi untuk menunjukkan kepada pemerintah, bahwa mereka tengah menjerit dan sangat kesulitan. Pasalnya banyak babi-babi warga Sumut yang tiba-tiba mati mendadak, dan sepertinya pemerintah setempat seolah tidak memberikan solusi yang memadai.
Terhadap penyakit yang menyerang babi-babi tersebut yakni demam babi afrika bersama dengan hog cholera oleh pemerintah Sumut menyatakan belum menemukan vaksin yang bisa menyembuhkan penyakit yang bisa menyerang babi tersebut. Sehingga upaya yang bisa dilakukan oleh Gubernur dan seluruh jajarannya yang terkait tentang hal itu hanya berupa memberikan tenaga lapangan untuk mengedukasi warga untuk menjaga kebersihan kandang ternak tersebut, sekaligus untuk memantau babi-babi yang mati supaya bisa segera dikuburkan langsung.
Apalagi pasca kematian jutaan babi diperkirakan telah terjadi, oleh dinas peternakan Pemprovsu yang kemudian menyebutkan sekitar kurang lebih 2 juta ekor babi mati, maka jika dikalikan dengan harga per ekor babinya sebesar Rp. 2 juta, maka total nilai kerugian masyarakat bisa mencapai Rp.4 triliun. Tentu jumlah yang bukan sedikit.
Nilai ekonomis babi tersebut seharusnya bisa digunakan untuk mencukupkan keperluan rumah tangga mereka. Khususnya saat-saat menghadapi moment natal dan tahun baruan yang lalu, hal tersebut langsung sangat terasa bagi mereka, hingga akhirnya langsung buat demo seperti yang terjadi kemarin, di lapangan Merdeka Medan.
Tapi bagaimanakah tanggapan pemerintah terhadap demo 'Save Babi' tersebut? Bapak Gubernur, Bapak Edy Rahmayadi saat dimintai keterangannya perihal demo yang mencapai puluhan ribu tersebut turun di jalan seputar Lapangan Merdeka, Medan, menyatakan bahwa untuk tindakan dan tim pencegahan penyebaran penyakit tersebut sudah memakan biaya yang cukup besar.
Sehingga terhadap keluhan untuk tuntutan warga seperti penggantian biaya kerugian masyarakat yang diperkiran mencapai Rp. 4 triliun tidak akan mungkin bisa direalisasikan. Jadi terhadap perihal itu, apakah tidak adakah solusi pemerintah Sumatera Utara, khususnya untuk mengurangi kerugian yang telah mereka dapatkan?
Sehingga pertanyaannya, tak sanggupkah pemerintah Provinsi Sumatera Utara mengatasi persoalan yang tengah dialami oleh warganya? Apakah hanya tindakan seperti pencegahan dan penguburan saja yang bisa dikerjakan oleh mereka? Khususnya bagi mereka yang memang perekonomian utama mereka adalah beternak babi. Sebab tak bisa dipungkiri bahwa saat-saat virus tersebut datang, telah menghancurkan ekonomi mereka?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H