Partai PSI memang gagal untuk bisa duduk di tingkat pusat Senayan Jakarta. Tapi meskipun gagal mereka bisa ada bahkan memiliki fraksi di beberapa parlemer daerah-daerah yang ada di Indonesia, termasuk bisa tembus dan duduk di kursi DPRD DKI Jakarta.
Semangat kebaruan sistem yang ditawarkan-pun sempat mendapatkan banyak sindiran dari para politisi-politisi lama. Dimana jika tak becus bekerja atau tidak bisa memberikan kontribusi yang terbaik saat duduk di kursi parlemen, para kadernya siap dievaluasi bahkan siap digantikan dengan kader yang lain.
Dan akhirnya kini PSI seakan ingin membuktikan kata-kata mereka bahwa mereka ingin bisa berkontribusi banyak lewat jalur legislatif dan pengawasan yang ketat kepada pemimpin eksekutifnya. Seperti yang barusan kita lihat di DKI Jakarta saat ini.
Fraksi PSI yang memang masih baru bergabung di DPRD DKI Jakarta bersuara vokal terhadap anggaran-anggaran yang diajukan. Dimana akibat suara yang diserukan oleh kadernya tersebut kini menjadi sebuah sindiran hebat bagi pemerintah provinsi DKI. Sang kader PSI yang juga merupakan Anggota DPRD Fraksi Partai Solidaritas Indonesia DKI Jakarta, William Aditya Sarana menemukan dan mempublikasikan berbagai anggaran fantastis dalam rapat KUA-PPAS.
Dia mengungkap dan mempertanyakan anggaran dari Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat sebesar Rp 82 miliar untuk lem Aibon dalam penyediaan alat tulis kantor. Kemudian anggaran pengadaan bolpoin sebesar Rp 124 miliar di Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Timur. Serta anggaran Rp 121 miliar juga ditemukan untuk pengadaan 7.313 unit komputer di Dinas Pendidikan. Dan bukan hanya itu, ternyata masih ada anggaran yang nilai anggarannya tak wajar atau melewati harga pasar.
Tapi akibat suara ini, kader Gerindra ini yang juga sesama anggota DPRD DKI Jakarta, Inggard Joshua seperti yang dilansir oleh CNN.com (31/10/2019) justru ingin mengingatkan fraksi PSI bahwa Anda itu masih baru. Tolong supaya bisa menjaga marwah dewan terhormat yang ada di pemerintahan DKI.
Hal itu dinyatakannya supaya hal-hal yang akan mau dibahas tidak usah keluar dulu ke publik sebelum ada pembahasan bersama dengan para anggota DPRD DKI. Sebab menurut beliau takutnya anggaran belum dibahas tahu-tahu sudah tebit di koran atau media tentang hal-hal tersebut.
Kemudian terhadap teguran ini, apakah PSI memang masih perlu belajar dalam sistem yang sudah dibangun bersama selama ini, atau PSI malah menjadi melunak karena teguran yang disampaikan oleh satu rekannya tersebut?
Apalagi nyata-nyata bahwa masalah anggaran yang ternyata begitu rentannya disalahgunakan hingga berpotensi disalahgunakan. Apakah PSI perlu berdiam dulu sementara sampai akhirnya ada kesepakatan bersama baru hal tersebut terserah akan dipublish atau tidak?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H