Awal pertama sekali buka puasa, perbincangan antara Ustad Yusuf Masyur dan Pastor Gilbert menjadi suatu hal yang meneduhkan sekali. Bagaimana momen-moment mulai dari melakukan perbincangan hingga akhirnya buka puasa bersama, bahkan sosok pendeta atau pastor sekelas Bapak Gilbert saja mau bertopikan topi kopiah, yang merupakan ciri khas dari muslim itu sendiri.
Sangat mengesankan dan sangat memuji tindakan-tindakan mereka, yang bahkan memuat dan menampilkan di media sosial maupun Youtube. Sehingga kita-pun bisa mengakses apa yang menadi perbincangan mereka. Bagaimana perbincangan-perbincangan yang sederhana, hangat dan jujur antara seorang ustad dan pendeta, bisa menjadi inspirasi kedamaian antara kita sesama bangsa.
Seperti salah satu berikut yang disampaikan oleh Ustad Mansyur yang dikemas dalam program "Kamu Hebat" yakni tentang Peace atau damai. Dimana harapannya damai tersebut bisa datang dari hati kita yang terdalam.
Sebab jika damai tersebut sudah ada di dalam hati kita, maka apapun suasana keributan di luar, tidak akan pernah menggangu kita yang sedang melakukan ibadah, seperti saat ini melakukan ibadah puasa. Beliau juga kasih tips saat orang-orang menunjuk-nunjuk kita, yah respon kita harus berikan jempol. Tapi jika konteksnya ingin ajak berantam, respon kita harapannya adalah memberikan jari kelingking kita. Artinya kita mengalah, tidak malah menantang balik yang akan berakhir pada perkelahian yang hebat.
Jika memperbanyak diskusi-diskusi seperti ini, tentu hal ini akan sangat berdampak baik terhadap para generasi muda. Sebab dengan diskusi kita bisa saling bertukar pikiran satu dengan yang lain. Juga dengan memperbanyak ruang diskusi, kita akan semakin mengenal siapa sesungguhnya dia, dan tentu akan semakin memperdalam silahtuhrahmi yang ada.
Kemudian adanya teladan yang baik yang sedang ditunjukkan. Sebab orang muda kebanyakan bisa berubah saat melihat teladan hidupnya bagaimana. Dibandingkan dengan hanya sekedar perkataan atau omongan semata.
Dimana adanya teladan yang baik yang ditunjukkan seorang Ustad yang mau menerima seorang pendeta ke rumahnya, bersantap bareng, bahkan berbincang tentang hal-hal yang positif. Maka secara tidak langsung mereka pun ke depannya akan bisa meniru tindakan yang mulia tersebut dalam kehidupan mereka.
Tapi bagaimana realitas yang kita saksikan setiap harinya sekarang ini? Kemudian bagaimana konstelasi politik yang begitu terpecah, yang bahkan memakai identitas-identitas yang berbau keagamaan sehingga semakin membuat jarak di antara kita yang memang beragam budaya, beragam agama dan kepercayaan?
Sekali lagi dengan tampilnya Ustad Manyur bersama dengan Pendeta atau pastor Gilbert, bisa kita artikan itulah kita,itulah spirit keragaman kita. Maka semarak ramadhan di tahun ini, saat kita bisa saling menerima, saling berbagi, saling memaafkan, dan saling mencintai. Itulah kita yang sebenarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H