Lihat ke Halaman Asli

Rinto F. Simorangkir

Seorang Pendidik dan sudah Magister S2 dari Kota Yogya, kini berharap lanjut sampai S3, suami dan ayah bagi ketiga anak saya (Ziel, Nuel, Briel), suka baca buku, menulis, traveling dan berbagi cerita dan tulisan

OOTD-ku Semalam Hibur Teman Berduka di Singkil, Lanjut Berburu Takjil di Subussalam

Diperbarui: 24 Mei 2019   23:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kami satu tim sesaat sampai di Singkil (Dokpri)

Baru pertama kali bisa menginjakkan kaki di salah satu wilayah yang paling ujung dan paling dekat dengan Sumatera Utara. Namun kalau ke Aceh jika dihitung baru sebanyak tiga kali. Satu wilayah kukunjungi dan sudah dua kali ke sana yaitu Kotacane, Kabupaten Aceh Tenggara. Dan yang satunya baru kemarin kukunjungi, yaitu Singkil.

Dimana jika mau ke Nias, pelabuhan yang paling dekat selain kota Sibolga, adalah pelabuhan Singkil. Ceritanya orang tua temanku ini sudah lebih kurang  4 minggu di rawat di Rumah Sakit. Dan baru kemarin, tepatnya Rabu pagi, didapatkan bahwa si Bapak telah tiada. Akibat ada gangguan pada ususnya.

Kamipun sepakat untuk pergi menguatkan hati salah satu teman kerja kami ini. Sebab sebelumnya juga telah terjadi peristiwa duka kepadanya,yakni anak yang dalam kandungan istrinya ternyata sudah meninggal karena keguguran. Meskipun baru hitungan triwulan pertama. Dalam masa-masa pembentukan jaringan. Ternyata akhirnya diapun pergi.

screenshot jarak Sibolngit-Singkil (dokpri)

Jika melihat di Google Map jaraknya berkisar 228 km, dimana jika ditempuh dengan kendaran mobil  berkisar 6 jam 33 menit. Melewati beberapa kota seperti Berastagi, Kabanjahe, Sdikalang, Kota Subussalam dan akhirnya Singkil.

Berangkat dari Sibolangit sekitar pukul 12 malam atau pukul 00 pada Kamisnya. Karena rencana penguburannya diadakan sekitar pukul 12 siang WIB. Untuk buka sahur aku dan temanku sudah siapkan bontot sebelumnya. Sehingga tepat menjelang sahur, kamipun bersantap riang di tengah kondisi mobil yang sedang melaju.

Tiba di tempat duka sekitar pukul 07 pagi, kami istirahat sebentar di rumah saudara dari teman kami yang berduka ini. Tapi aku manfaatkan waktu istirahat tersebut dengan menulis satu cerpen atau fiksi yang merupakan tantangan Samber THR. Menjadi pengalaman pertama membuat kisah fiksi lewat gadgetku secara langsung. Untungnya disanapun sinyalnya bersahabat, sehingga bisa menyelesaikan rangkaian kata demi kata dan kemudian mempublishnya ke Kompasiana.

sesaat tiba di rumah duka di Singkil (dokpri)

Sekitar pukul 9 kamipun bergabung di lokasi duka. Sudah mulai acara adatnya, yakni pemberian kata-kata penghiburan ataupun penguatan kepada keluarga yang ditinggal. Sampai giliran kami-pun tiba untuk menyampaikan kata-kata berbelasungkawa. Turut merasakan sakit ketika ditinggal orang tua yang kita sayangi.

suasana di penguburan (dokpri)

Dan sesuai dengan perkiraan jadwalnya, akhirnya almarhum dibawa ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Tampak deraian air mata mengalir pada keluarga-keluarga yang ditnggalkan tersebut. Selesai penguburannya ternyata turun hujan sebegitu derasnya. Dimana untung acaranya sudah selesai. Sehingga seakan mengulang mitos-mitos tentang saat adanya orang yang dikuburkan akan adanya hujan.

Setelah hujannya agak reda, kamipun permisi pamit untuk kembali ke Sibolangit. Supaya mengantisipasi tidak terlalu malam nyampe ke tempat kami. Mengingat betapa medan yang ditempuh disepanjang perjalan adalah melewati gunung-gunung. Sehingga perjalanan kami tersebut-pun tidak mudah. Apalagi banyaknya jalan berlubang-lubang ditambah kondisi mobil yang kami tumpangi juga mobli lama, membuat perjalanan kami lebih lambat.

jajanan kuliner takjil di pinggiran Subusalam (dokpri)

Sesampai di Subussalam, kamipun menyempatkan diri untuk hunting beberapa takjil. Dan lumayan banyak jenis takjilnya serta murah juga. Dimana dengan hanya sekitar Rp. 20 ribu kue takjilnya ternyata cukup bagi kami ber lima yang ikut dalam rombongan tersebut.

img-20190523-151502-5ce8139c6b07c56b3a342ebb.jpg

Di perjalanan salah satu teman kami sudah mulai merasa begah perutnya, karena mungkin kebanyakan angin. Kemudian di sepanjang jalan teman kami inipun mencari tempat bandrek. Dan baru dapat saat sudah malam di Berastagi. Menikmati bandrek dan beberapa kuliner di pinggiran kota Berastagi tersebut. Yang lebih dikenal dengan Pasar Kaget.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline