Hari ini sangat menarik untuk membandingkan dua status pemimpin negara. Khususnya ketika melihat hari ini pelantikan sang Raja Thailand setelah puluhan tahun peristiwa langkah dan unik ini begitu menyedot perhatian kita, khususnya publik negara Thailand sendiri.
Dimana seperti yang dilansir oleh kompas.com (4/5/2019), tepat hari ini, Sabtu (4/5/2019) Maha Raja Vajiralongkorn akhirnya resmi dilantik menjadi seorang raja di Thailand. Dimana sesungguhnya dia sudah memerintah sejak wafatnya sang ayah Raja Bhumibol di tahun 2016 lalu. Tapi baru di tahun 2019 ini, beliau akhirnya resmi diangkat menjadi raja setelah melakukan tahapan-tahapan tradisi pengangkatan seorang raja.
Yang mana masih akan melakukan dua hari lagi setelah hari ini supaya sempurna proses pengangkatan seorang raja. Upacara tersebut menggabungkan tradisi Hindu dan Buddha di mana setelah mandi dengan air yang diberkati, Raja Vajiralongkorn duduk di bawah payung sembilan tingkat.Raja Vajiralongkorn bakal bergelar sebagai Rama X dari Dinasti Chakri yang berkuasa di Negeri "Gajah Putih" sejak 1782 silam.
Penulis melihat ada dua perbedaan antara seorang presiden dan seorang raja yang patut kita cermati. Yakni jika memandang dari segi status saja, yakni sebagai kepala negara dan bukan sebagai kepala pemerintahan. Sebab jika membandingkan dari sisi sebagai kepala pemerintahan tentu beda sebab Thailand sendiri punya tersendiri kepala pemerintahannya yakni seorang perdana menteri.
Dimana khusus melihat dari sisi rasa hormat. Ada dua perbedaan khusus yang menjadi begitu beda. Pertama, rasa hormat kepada jauh lebih khusuk atau jauh lebih begitu memuliakan jika itu ditujukan kepada seorang raja, dibandingkan kepada seorang presiden. Yang artinya kata-kata yang menjelekkan ataupun seakan menghina dipastikan tidak akan pernah ditujukan kepada seorang raja.
Tapi beda jika kita melihat kondisi di negara kita. Fitnah bahkan ejekan yang begitu sarkas bisa ditujukan dengan seenaknya oleh oknum-oknum tertentu. Tanpa merasa terbebani rasa bersalah, bahwa ia sesungguhnya sudah menghina seorang kepala negara di bangsa ini.
Kedua, berdampak kepada sisi kebiasaan memberikan rasa hormat yang tinggi dan luhur. Jika kita melihat warga Thailand saat berjumpa dengan orang yang lebih tua, terutama kepada guru, bagaimana rasa hormat yang mereka berikan. Yakni kebiasaan dengan sikap sedikit menunduk, kedua tangan menyatu dan memberikan sujud kepada orang tersebut.
Apalagi pernah melihat penghormatan mereka kepada guru, bagaimana mereka harus menunduk dan bersila serta seakan mencium kaki gurunya? Bagaimana mereka memuliakan gurunya yang sudah berjerih lelah mendidik mereka?
Jika kita melihat kebiasaan itu di bangsa kita, seakan memberikan rasa hormat kepada orang yang lebih tua seakan sudah mulai sulit kita lihat. Meskipun kecenderungan ini, atau rasa mulai menghilangnya rasa untuk memberikan penghormatan kepada orang yang lebih tua dan hampir merata di beberapa negara juga.
Tapi karena kebiasaan harus menunduk dan sujud menyembah kepada seorang raja seperti di Thailand seakan sikap ini menjadi patron atau pelindung kebiasaan warganya untuk memberikan rasa hormat yang sama kepada orang-orang yang jauh lebih tua dari kita.
Setujukah dan benarkah demikian keadaannya?