Setidaknya Indonesia harus punya peran untuk bisa mengurangi dampak kematian akibat dari aborsi ini. Sebab media Breitbart yang berpusat di Amerika melansir bahwa ternyata aborsi menjadi suatu yang mematikan bagi mahluk hidup seperti kita. Seperti yang dilansir oleh Breitbart (31/1/2018), bahwa aborsi menjadi penyebab kematian nomor satu kepada anak yang belum lahir. Bahkan angkanya jauh mengalahkan angka kematian yang disebab oleh penyakit kanker, bahkan penyakit HIV sekalipun.
Hal itu didasarkan atas survei dan penelitian yang telah dilakukan oleh Worlddometer, American Library Association (ALA) atau asosiasi pustakawan Amerika. Mereka melansir bahwa kematian oleh perbuatan aborsi mencapai 41,9 juta orang di dalam satu tahun selama 2018. Sedangkan kematian yang disebabkan oleh penyakit kanker hanya 8,2 juta orang. Kemudian 5 juta orang juga meninggal karena asap rokok dan 1,7 juta orang meninggal karena penyakit HIV/AIDS.
Data tersebut didasarkan atas data global dan dikerjasamakan dengan WHO (World Health Organization). Bahkan jika dikombinasikan-pun kematian karena penyakit kanker, rokok, alkohol dan bahkan peristiwa kecelakaan lalu lintas, ternyata kematian yang disebabkan oleh perbuatan aborsi ini masih jauh lebih unggul.
Apa artinya dengan data-data tersebut di atas? Ketika kita melihat ternyata masih suburnya perilaku prostitusi di tanah air kita. Hal itu mencuat karena ternyata bukan hanya rakyat biasa saja yang terindikasi melakukan prostitusi bahkan para artis dan model juga terlibat. Maka masihkah kita ingin melihat data-data kematian karena aborsi akan jauh lebih meledak di tahun 2019 ini nantinya?
Sudah sebegitu parahnya akibat perbuatan kita orang dewasa, ternyata kita tega di tahun 2018 sudah menghilangkan hampir 42 juta calon jiwa yang bisa akan meneruskan generasi ini. Masihkah kita menutup mata dengan fakta dan data di atas?
Masihkah kita akan lebih memilih memuaskan nafsu syahwat kita, dan akhirnya mengandung, kemudian memilih langkah untuk kembali menggugurkan sang calon bayi tersebut serta mengulang perbuatan yang sama seperti 42 juta jiwa yang sudah melayang? Sebab jika sudah ada sekitar 42 juta jiwa melayang karena aborsi, maka bisa dikatakan sudah ada minimal perbuatan tindakan prostitusi sebanyak jumlah itu juga.
Bahkan ketika kita melihat datanya lagi di tahun 2016, ternyata angka pencapaian kematian karena aborsi menurun di tahun 2018. Dimana seperti yang dilansir oleh tempo.co (12/5/2016) bahwa WHO merilis setiap tahunnya ada 56 juta kali aborsi dilakukan. Dan sekitar 2 juta-an lebih kasus aborsi itu Indonesia turut ambil bagian. Dan jika dipilah lagi ternyata para remaja yang terlibat melakukan aborsi tersebut sebanyak 30 persennya.
Jika sudah seperti ini, kenapa kita tidak segera untuk bertindak bagi bangsa ini. membuat payung hukum yang jelas. Supaya orang-orang dewasa fisik-nya tidak semena-mena menggunakan kemolekan fisiknya untuk dijadikan alat pemuas nafsu para lelaki hidung belang.
Dan perlu menindak tegas dan segera memberlakukan payung hukum untuk bisa menindak sang pelaku prostitusi tersebut, dan bukan hanya menjerat sang mucikari saja? Lagipula sudah ada momentumnya atas peristiwa Vanessa Angela.
Meskipun perilaku aborsi tidak serta merta berasal dari perbuatan prostitusi, yakni mau sama mau, tapi ada juga yang disebabkan karena pemerkosaan. Setidaknya dengan UU yang tegas tentu akan bisa mengurangi dampak semakin drastisnya perilaku prostitusi tersebut. Supaya baik si penjual jasa maupun si pelanggannya mikir dua kali untuk melakukan transaksi itu. Maka perlu segera upaya untuk membuat UU ini akhirnya ada di bangsa ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H