Lihat ke Halaman Asli

Rinta Wulandari

TERVERIFIKASI

A Nurse

DMD Hentikan Langkah Kaki, Bukan Hentikan Harapan

Diperbarui: 10 Agustus 2015   21:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="dok.pribadi"][/caption]

 

DMD (Duchenne Muscular Dystrophy) adalah penyakit yang tergolong langka diidap sebagian orang. Waktu itu di ruang alamanda, penyakit ini datang. jadi ada pasien yang datang ke poli anak dengan keluhan kelemahan otot ekstrmitas. Sulit berjalan dan melakukan gerak aktif lainnya. Akhirnya dokter Bagus, Sp.A menyarankan agar anak tersebut dirawat untuk pemeriksaan selanjutnya. Dari dokter anak ruang perawatan, pasien ini di intruksikan untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya.. yaitu EMG (Electromyografi). Sedangkan untuk pemeriksaan EMG sendiri harus setelah konsul ke dokter spesialis Syaraf terlebih dahulu.

Pasien sebut saja namanya Reza (samaran). Terlihat biasa saja, seperti anak pada umumnya. Awalnya aku berpikir bahwa kelemahan otot ini disebakan oleh gangguan di otak, atau adanya cerebral palsy, riwayat kejang berulang sehingga menyebabkan gangguan perkembangan. Ternyata tidak. Tidak ada gangguan sama sekali dari perkembangan otak dan pengetahuan. Karena anak yang berusia 7 tahun ini seorang cerdas yang rangkin 3 dikelasnya. Ia hanya merasakan kelemahan di ekstrmitas.

DMD merupakan distrofi otot yang menyerang satu dari 3600 anak laki-laki. Dapat menyebabkan degenerasi otot, bahkan kematian. Penyakit ini disebabkan oleh mutasi gen distrofin, gen terbesar di kromosom X manusia yang menjadi protein distrofin, yaitu komponen struktural dalam jaringan otot yang penting dalam membuat stabil kompleks distroglikan membran sel. Walaupun laki-laki dan perempuan sama-sama dapat mengalami mutasi ini, tanda-tanda penyakit ini tidak muncul pada perempuan (Wikipedia, Indonesia).

Penyakit ini tergolong langka, maka tak heran saat tahu ada penyakit ini dokter ruangan bilang.. “Selama saya Koas hanya sekali ketemu DMD.. sekarang baru ketemu lagi...” ucap dokter Melisha saat itu. sedangkan saat konsultasi ke dokter anak yang biasa berhubungan dengan paenyakit syaraf, dokter spesialis itu pun kembali membuka buku tebal sebagi referensinya. Ya, karena penyakit jenis ini memang jarang terjadi.

Keingintahuan terjadi pada setiap orang yang ingin mencari ilmu. Para dokter yang baru disumpah dokter ini, mulai terusik ingin tahu serta ingin melihat langsung keadaan pasien. Sudah menjadi dokter, dan masih muda.. tak heran keingintahuannya besar. Hehe aku jugaa kepoo kalo tentnag hal ini. jadilah pagi tadi (10/0815) Yuk Nora dan Kak Friska datang keruangan. Yuk Nora bela-belain dateng selepas jaga malam, dan kak Friska datang setelah antar ibunya pergi, kemudian harus jaga lagi di klinik.

Reza adalah anak kedua. Anak pertama bapak itu meninggal dalam kandungan saat usia 4 bulan. Ternyata dari hasil telusur pada pasien dan keluarga, ibunya Reza memang pernah memiliki kakak yang memiliki penyakit yang sama, kelemahan otot dan tak bisa jalan juga, ekstremitasnya berangsur melemah. Namun om nya Reza tersebut meninggal di usia 12 tahun. Keluarga mengatakan bahwa sebelumnya Reza tumbuh normal. Bisa jalan seperti biasa saat mengijak batita, namun jelang usia 5 tahun terlihat kelemahan di tubuh anaknya. Jalannya jinjit, berangsur lemah. Kekuatan otot pun berkurang. Kinerja fisiknya menurun. Sebelumnya keluarga telah melakukan terapi pada anaknya, yaitu terapi berjalan. Namun karena keterbatasan biaya, akhirnya terapi tersebut terhenti.

Reza bercita-cita jadi seorang masinis. Reza pandai dan ceria. Saat bertemu orang baru pun ia langsung bisa akrab. Kelemahan Reza saat posisi tidur ke posisi duduk agak berat, namun walau tertatih, Reza masih bisa duduk sendiri. Menggerakan pergelangan tangan dan kaki. Reza kini tak bisa jalan sama sekali. Berat katanya lemah. Saat ditanya apa yang dirasa. Reza sering jawab “Gak Tahu...” dia sendiri bingung apa yang dirasa. Tak merasa sakit. Hanya merasa berat. kalau diajak salaman, Reza dengan sekuat tenaga mencengkram. Namun tetap ditangan kita yang juga berjabat tangan dengan Reza, tak merasa apa-apa. Reza seperti tak mencengkram sama sekali. Akhirnya keluarga berharap agar Reza bisa diberikan terapi, dan keluarga masih sangat berharap supaya Reza bisa berjalan dan sembuh seperti semula. DMD memang telah menghambat laju perkembangan tubuh dik Reza, terbatas dalam berjalan, berlari, melompat.. namun tak menyurutkan Langkah Dik Reza dalam mengejar cita-citanya. Karena Reza adalah harapan orangtuanya. Semangat terus dik Rezaa. Kamu bisaa! : )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline