01 Maret 2015
Hari ini adalah kelas menulis tahap 2 bagi para calon anggota FLP. Setelah kemarin, kelas menulis FLP dengan tema “Tak Kenal Maka Ta’aruf”. Tema hari ini adalah tentang cerita anak. Narasumber jauh-jauh dari kota seberang, Metro.hehe. beliau adalah Kak Suwanda, salah satu mantan ketua FLP cabang Metro. Beliau sudah menerbitkan puluhan karya, dari cerita anak, opini, dan antologi. Kurir Kematian merupakan salah satu antologi terbarunya yang dibuat bersama para anggota FLP cabang Metro.
Setelah moderator menyampaikan curiculum vitae sang narasumber. Kelas menulis dimulai. Peserta tak terlalu banyak, hanya sekitar 12 orang. Namun inilah mereka yang bersungguh-sungguh ingin bergabung dan mencari ilmu menulis lewat forum lingkar pena.
[caption id="attachment_371115" align="aligncenter" width="227" caption="dok.pribadi.Kak Suwanda sedang menyampaikan materi"][/caption]
“Saya sendiri sudah bosan kuliah, yuk kita ubah tempat duduk jadi letter U saja, supaya tidak kaku..” tutur Kak Suwanda dengan gaya khasnya.
Peserta mulai memposisikan diri untuk duduk berbentuk letter U. Setelah semuanya beres, Kak Suwanda memulai. Bertanya mengenai tujuan menulis pada masing-masing peserta.. ada yang menjawab sebagai tempat mencurahkan cerita, untuk menambah penghasilan, untuk menyampaikan pesan kepada orang lain, untuk menyampaikan pesan yang tak terucap oleh lisan, kalau aku.. untuk mengabadikan proses hidup (Padahal aku dilangkahi, gak ditanya), hehe.
Jadilah Kak Suwanda mengumpamakan.. “Ada seorang raja yang zholim pada rakyatnya. Rakyat sudah memberitahu si Raja mengenai sifatnya. Namun sang raja tetap tak mau dengar. Namun suatu ketika ada anak kecil yang menulis surat untuk si Raja. Ternyata surat itu dibaca oleh Raja. Kemudian Raja mencari tahu siapa penulisnya, ternyata seorang anak kecil. Nah sejak saat itu si Raja berubah menjadi raja yang baik. Nah bagaimana dengan sekarang? Sekarang media tulis menjadi wadah aspirasi masyarakat, seperti walikota Bandung yang memanfaatkan media sosial twitter untuk penyampaian aspirasi rakyatnya”.
[caption id="attachment_371119" align="aligncenter" width="300" caption="dok.pribadi. pesertaa"]
[/caption]
“Ada yang ingat mimpi semalam?” Semua terdiam. Beberapa menyampaikan mengingat mimpinya. Tapi tahukah kita kadang dua atau tiga hari lagi, kita bisa mengingat mimpi kita yang semalam. Jika suatu hari kita melakukan hal A, bisa jadi kita merasa pernah melakukan hal ini sebelumnya, mungkin didalam mimpi. Nah ada juga cerita teman saya, orasinya bagus sekali. Pendapatnya matang. Namun sayang, tidak diabadikan dalam tulisan. Sehingga aspirasinya yang bagus itu tak tertuang dan dibaca semua orang, hanya selewat dengar saja. oleh karenanya. Menulis bagaikan tali yang mengikat ilmu, mengabadikan.
[caption id="attachment_371121" align="aligncenter" width="300" caption="dok. pribadi."]
[/caption]
Bagaimana Menulis Cerita Anak?
Menulis cerita anak tidak boleh bertele-tele. Bahasa harus sederhana dan lugas. Sebagai pemula, bisa saja kita menentukan cerita anak yang akan kita buat, mulai dari TemaàTokohàsettingàGaya BahasaàAluràGambaran kejadian. Menulis cerita anak sebaiknya diawali dengan hal menarik. Hindari kata yang membuat orang malas melanjutkan membaca. Misalnya dengan kata umum “Suatu hari....” orang akan lebih terpancingg lebih banyak, ketika kita memulai dengan dialog pembicaraan, atau dialog suatu yang berbunyi, misalnya “Brakk!” atau bunyi sesuatu yang pecah.
Mengulas Kesalahan Penulis Cerita Anak Pemula
Kesalahan penulis yang selalu dilakukan oleh penulis pemula adalah.. menghadirkan orang dewasa didalamnya. Aah kalau begini aku adalah salah satu penulis cerita anak yang melakukan kesalahan ini. Dalam cerita anak kadang menghadirkan orang dewasa sebagai penengah atau penutup yang memberikan nasihat pada anak bahwa begini tidak boleh begitu tidak boleh. Padahal menurut kak Suwanda, seharusnya tokoh orang dewasa harus dihindarkan dari cerita anak. Apalagi orang dewasa itu mendapatkan peran memberi nasihat. Seakan anak dilarang untuk berpikir mengenai cerita yang kita buat. Seharusnya, peran orang dewasa dihindarkan, buatlah alur yang membuat anak yang membaca menjadi berpikir bahwa melakukan A dan melakukan B bisa berdampak buruk, misalnya saling bermusuhan, tidak menghargai. Biarkan anak yang memilikirkan yang seharusnya mereka lakukan dalam cerita itu. Jadikan cerita anak yang kita buat mendidik, bukan menggurui.
Pentingnya SWASUNTING
Swasunting merupakan cara kita mengoreksi/mengedit karya sebelum dikirimkan kepada penerbit. Tulisan yang sudah kita buat harus dibaca ulang, ketika ada kata yang kurang tepat atau EYD yang tidak benar. Caranya adalah belajar menjadi orang lain, karya yang telah kita tulis diendapkan sekitar dua atau tiga hari. Lalu kita baca tulisan kita seolah menjadi oranglain yang membaca tulisan kita.
Menulislah, jangan bertumpu dengan forum
Menulislah setiap waktu, jangan bertumpu pada forum. Ketika berada dalam kelas menulis FLP, kita baru menulis. Kalau bisa kita menulis dimanapun kita berada, buatlah time schedule menulis.. Karena menulis membutuhkan proses, kita tak bisa secara instan membuat buku, menjadi terkenal lewat tulisan. Karena menulis membutuhkan pembiasaan diri. Ingat, setiap tulisan yang kita buat akan dibaca oleh oranglain. Jika yang kita tuliskan adalah tentang kebaikan, InsyaAllah kita akan mendapat buah kebaikan pula. Tapi jika sebaliknya, kita akan memperoleh akibatnya.