Belakangan aku menjadi seorang penggalau dalam suatu hal. Sampai lupa dengan sekitar. Bahwa aku seharusnya menikmati yang ada di sekitarku dulu, mencari ilmu sebanyak-banyaknya, bukan sekedar materi. Kemarin aku galau tentang sesuatu hal, yang pada akhirnya aku menjadi seorang “penanya” sekaligus survei pendapat teman-teman. Pada akhirnya aku tutup ke-Galauan itu setelah mendapat saran dari seorang pasien. Haha. Pasien anak ini memberikan aku saran dengan kata sederhana namun sesuai, membuat aku berpikir “Iya juga ya”.
Postingan aku kali ini sebagian tentang pekerjaan. Tapi bukan tentang pesakitan, ini tentang ketertarikan aku dengan penyakit darah serta hubungan dengan itu. Sejak kelas 3 SMA, aku pernah iseng buat novel yang sekarang belum rampung-rampung dan dipastikan gak akan terbit karena terlalu remaja dan engga ke-kinian ceritanya. Cerita novel yang aku tulis saat itu tentang cinta dan bla-bla ujungnya mengenai penyakit darah, Hemofilia.
Terus, saat aku ternyata gak di duga masuk sekolah bidang kesehatan. Aku pernah mendapat tugas biologi di semester 1 untuk mengumpulkan kliping atau makalah bebas gitu mengenai penyakit, gak tau kenapa yang aku pilih pasti penyakit darah; Hemofilia. Kemudian di tingkat 2 mulai penasaran dan cari tau mengenai penyakit darah yang satu ini: Thallasemia.
KINI, Alhamdulillah aku sudah bekerja di sebuah RS. Dan RS tersebut sangat memfasilitasi dan punya ruang tersendiri untuk para Thallasemia. Thallasemia adalah penyakit genetik. jadi saat tranfusi memang harus di ruangan berbeda dengan pasien sakit lainnya. karena Thaller rentan dengan infesi nosocomial di RS. Tak bisa di pungkiri bahwa Thallasemia memang di derita sebagian dari penduduk Dunia, bahkan Indonesia. Karena Total populasi Thalasemia di Indonesia sampai Maret 2009 mencapai antara 4000 merupakan angka tertinggi di dunia (http://www.pikiran-rakyat.com/node/85830). Kadang pasangan menikah tak mengetahui bahwa diri mereka ‘Carier’ atau pembawa. Tak mengetahui ternyata sebenarnya dari garis keluarga mereka ada anggota yang terkena thallasemia, atau keturunannya memiliki pembawa thallasemia ini.
Bila ada orang yang merasa dirinya sehat-sehat saja. Kemudian menikah pada orang yang sehat-sehat juga ternyata pembawa thallasemia juga, ini yang menyebabkan keturunan mereka menjadi terkena Thallasemia Mayor atau minor. Biasanya diantara pasangan carier thallasemia, pasti akan memiliki minimal satu anak yag terkena thallasemia mayor, dan anak lainnya mendapat carier (pembawa) ada juga yang normal sehat, jika anaknya banyak. Namun ada juga keturunannya memiliki penyakit thallasemia pada dua orang anak atau lebih.
Ketika mendapat tugas jaga di ruangan itu, otomatis komunikasi pasti terjalin. Antara pasien maupun keluarganya. Banyak cerita yang di dapat. Terutama ada pesan semangat dari tiap lisan dan ekspresi pembawaan mereka. sebagian besar anak-anak disana. Ada yang mulai tranfusi saat umur 3 tahun, tapi juga ada yang tranfusi sejak usianya baru 9 bulan. Mereka bertahan untuk hidup, harapan mereka satu; ingin membuat orangtua mereka tersenyum dan tidak mengecewakan orangtua yang telah berusaha demi kebaikan kesehatan mereka. itu adalah pernyataan yang aku kutip dari salah seorang pasien.
Tubuh para pasien memang tak seperti normalnya pertumbuhan orang yang sehat. Tubuh mereka sebagian besar mungil. Bahkan ada anak yang sudah berusia 17 tahun namun masih terlihat seperti anak usia 10 tahun. Tanpa bermaksud apapun, namun hal ini disebabkan karena produksi sel darah merah mereka. darah merah merupakan perantara oksigen. Darah di bentuk di sum-sum tulang. Sedangkan pada penderita thallasem, sel-sel darah merah mereka lebih cepat rusak dan terbuang, namun tubuh mereka merasa belum waktunya memproduksi darah merah. Nah hal ini yang menyebabkan kadar haemoglobin penderita thallasem rendah. Dan tulang mereka pun menjadi kecil dan pipih akibat kelainan itu.
Untuk itu tranfusi darah adalah salah satu solusi. Untuk meningkatkan kadar Hemoglobin mereka. kadar haemoglobin mereka di pato sebesar 12 sudah sangat bagus. Sebagian besar datang rutin dan saat memeriksa HB, kadarnya sebesar 7,8.. 6,5.. 5,8...3,2... bahkan ada yang 1 doang HB nya. Duh.untuk kasus yang HB nya 1 ini ada, ini karena ayahnya mengurungkan niatnya ke RS untuk tranfusi darah, karena badan anaknya panas, kasian. Padahal, jika di bawa ke RS, pasti pihak medis tak akan membiarkan anaknya terus-terusan panas suhunya, pastilah diberi pengobatan utnuk penurun panas terlebih dahulu. Di Rumah sakit kan ada dokter, perawat yang tau kapan boleh atau tidaknya tranfusi darah bisa dilakukan. Saat suhu pasien di atas 37,5 derajat celcius, tak mungkinlah darah boleh dimasukkan ketubuh pasien. Untuk itu orangtua pasien di edukasi untuk kontrol dan datang kembali sebalum anaknya benar-benar lemah dan pucat. Agar HB nya tak drastis lagi seperti tadi.
Minggu ini adalah minggu anak-anak sekolahan nyantai. Sudah kelar ulangan, ujian beres, paling hanya class meeting saja. nah situasi ini digunakan para Thaller (sebutan untuk thallasemia survivor) untuk melakukan tranfusi rutin. Selain mereka tak harus ketinggalan pelajaran, mereka juga bisa santai menikmati tranfusi darahnya tanpa memikirkan tumpukan beban pikiran di sekolah. Oh ya, tranfusi kan diberikan saat HB mereka belum normal, misalnya kadar Haemoglobin dari pemeriksaan lab mereka hanya 5 nih ya.. ada perhitungan sendiri untuk menentukan jumlah kolf yang akan diberikan, ini dalam bentuk PRC kantung darah.
Jadi, 5 tadi dikurangi 12 (nilai normal HB mereka yang akan di tuju). Di kali 4, di kali berat badan. Misalnya 20 kg ni. Jadi (12-5)x20x4= 560. Nah nilai 560 cc yang dituju. Sedangkan satu kantung darah berisi 200cc. Jadi anak itu butuh 2 kantung darah. Kok dua kantung doang? Cuma 400cc dong? Iya, lebih baik dikurangi sedikit tranfusinya, daripada kelebihan dari jumlah yang dibutuhin kan?. Tranfusi sesuai kebutuhan pun tak dipungkiri memang membuat organ mereka mengalami gangguan. Misal organ Limpa mereka. Limpa berfungsi memilah sel darah baik dan membuang sel darah yang buruk, sekaligus mensortir zat besi. Nah karena tranfusi ini menyebabkan Limpa mereka lelah dan menumpukknya zat besi yang ada di organ itu, hal ini menyebabkan Limpa mereka membesar. Tak jarang membuat komplikasi lain mendorong organ-organ lain atau membuat sesak orang itu sendiri.
[caption id="attachment_360325" align="aligncenter" width="402" caption="dok. pribadi. maaf aku blur adik-adik. demi kerahasiaan kalian dan menjaga identitas ya. ini Foto saat ada terapi bermain hari ini! : )"][/caption]
Antisipasi yang dilakukan adalah memberikan obat yang bisa mengeluarkan zat besi ke saluran lain. Dengan cara pemberian obat. Ada beberapa obat yakni Feriprox atau Exjade. Obat ini rata-rata diberikan sebagai obat oral atau syrup, sesuai dosis dan saran dokter. Obat tersebut membuat zat besi yang melimpah itu terbuang melaui urin. Sehingga urin pengkonsumsinya menjadi warna merah. Ini bukan hematuri ya hehe, in adalah zat besi yang dikeluarkan karena pengaruh obat tersebut.
A SIMPLE SMILE AS USUAL
Senyum sederhana itu terlukis dari mereka, wajah wajah polos yang pucat. Senyum mereka menutupi kabut itu, kabut seorang yang memiliki kelainan pada produksi sel darahnya. Mereka masih bsisa mengobrol, tertawa ngakak, bercanda. Ibu mereka pun begitu, santai, dan selalu senyum tak tampak kesedihan di wajah para orangtua itu. sama sekali. Tapi kalau dipikir-pikir, apa yang harus mereka sedihkan? Mungkin saat mengetahui hal ini pertama kali terjadi pada anak-anak mereka, pasti mereka sedih. Namun akhirnya para orangtua mengalami fase “menerima’ saat kata “bejuang dan semangat” yang harus diandalkan.
Para orangtua ini dengan segala keikhlasan mengantarkan anak tercinta datang ke rumah sakit. Bahkan dari daerah yang jauuuh sekalipun. Bahkan sampai terpaksa harus menginap secara mendadak karena darah yang harus dimasukkan banyak. Namun para orangtua ini siap sedia. Mereka sudah paham bagaimana prosedur birokrasi yang harus dijalani, mereka dengan sukahati mengambil darah ke PMI yang jalannya harus memutar. Mereka pun bersyukur adanya sistem BPJS oleh pemerintah, sangat menguntungkan bagi mereka yang dengan rutin harus tranfusi darah pada anak-anaknya. Orangtua juga sudah gapah, menjalankan infus macet, mengganti kantung darah menjadi plabot NaCl lagi dan lainnya.
Aku mengenal beberapa dari mereka. semua juga aku kenal dari list mereka hehe. Tapi beberapa aku kenal saat sebelum aku menjadi perawat di RS itu, saat aku masih mahasiswa. Mereka ada saat aku melakukan donasi buku, kami juga semapt foto bersama saat itu. mereka juga Alhamdulillah ingat aku, bahwa pernah kesini beberapa waktu lalu. Walaupun akhirnya mendapati rak buku yang tadinya full kini tinggal beberapa, hiks :”0
Dari obrolan secara langsung maupun via BBM, aku selalu berusaha memberikan kepada mereka berbagai pernyataan positif. Untuk tetap ikhlas dan semangat. Aku seperti selalu menggiring mereka, bahwa mereka gak sendiri. Aku mengambil contoh penulis kenamaan indonesia, yaitu Teh Pipiet Senja. Saat itu juga pernah ketemu langsung hehe. Teh Pipiet Senja juga seorang Thaller yang sampai usianya 70 an dia tetap eksis malah sering kelilung Nusantara abhkan keluar negeri. Limpa Teh Pipiet memang sudah tak ada, menurut kisah teh Pipiet waktu itu. tapi semangatnya untuk terus menebar kebaikan lewat tulisan harus dijadikan contoh, semangat Teh Pipiet selalu bergelora.
[caption id="attachment_360326" align="aligncenter" width="303" caption="dok. pribadi. Inih biar percaya, aku pernah ketemu Teh Pipiet Senja, Thallasemia Survivor yang menginspirasi : )"]
[/caption]
Tapi ternyata, seorang anak dari ruangan itu memang menjadikan Teh Pipiet Senja role modelnya. Ia sudah baca berbagai hal mengenai Teh Pipiet. Bahkan ayahnya sering bilang untuk mencontoh Teh Pipiet yang kuat dan semangat dengan Thallasemia yang diidapnya juga.
Senyum mereka selalu memnuhi ruangan. mereka tak takut akan tusukan jarum infus itu. mereka sudah kebal. Bukankah Allah telah menyatakan bahwa jikapun ada duri kecil yang terkena kulit tubuh kita, makan dosa kita akan di ampuni. Apalagi terkena jarum infus yang jelas-jelas tajam? Nikmat ya lapis-lapis keberkahan ini, tak ada yang sia-sia di hadapan Allah. Karena Allah maha pemilik rencana bagi jalan hidup makhluk-Nya : )
Kutip sedikit ya pernyataan seorang Thaller: ***** adalah simbol nama.
“Tentu mbak ***** selalu semangat, ***** berjuang kan untuk kedua ortu *****, mereka aja berjuang untuk ***** kenapa ***** enggak.. iya gak?hehe”
LAGI:
“Kalo ***** putus asa berarti ***** gak sayang sama ortu *****dong.. ***** gak mau ngeliatin kesedihan ***** sm ortu *****”
Kutip doang. Apa maknanya? Mereka yang sakit saja berjuang kok. Kenapa kita tidak? Yuk ah!
Sekian dari aku, Pediatric Nurse. *tsaah*
becandaa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H