Banyak sosok ibu yang sangat menginspirasi di sekitarku. Ibu yang mengajarkan arti ikhtiar, ikhlas dan sabar dan menginspirasi adalah ibu-ibu yang memiliki anak sedang sakit. Ya. Ada banyak kisah mengenai perjuangan ibu terhadap anaknya. Ibu memiliki caring yang tinggi kepada anaknya. Apalagi jika anaknya itu tergolong masih berusia bulanan. Jangankan masih bulanan deh, akupun yang usianya sudah terhitung kepala dua saat aku sakit, ibuku masih menuruti segala kemauanku saat sakit, yaa manja –manja ala orang sakit gitu deh. Hehe. Apalagi jika anak yang sakit itu masih berusia tahunan apalagi bulanan.
[caption id="attachment_367392" align="aligncenter" width="400" caption="sumber:www.m-edukasi.web.id"][/caption]
Ketegaran Seorang Ibu
Kisah ini terjadi, saat anak ketiga ibu itu sakit. Sebut saja Ibu Mar. Ibu Mar ini memiliki anak yang berusia 3 bulan. Sebelum sakit berat badan anak ini 6 Kg. Setelah sakit badan bayinya kurus. Anaknya mengidap batuk yang mengkhawatirkan atau bronkopneumonia. Setelah ditelaah, ternyata anak dan ibunya tak salah. Yang menjadi faktor pencetus terjadinya penyakit ini adalah rokok. Bukan rokoknya, tapi asap rokok dan perokoknya yang menjengkelkan. “Ayahnya perokok ya bu?”
“Iya.. tapi kalau merokok ayahnya selalu diluar kok, gak pernah di dalam pas anak-anaknya ada..”
“Iya.. tapi abis ngerokok bapaknya salin baju gak kalau mau gendong dedek Nana (samaran)?”
“Enggak sus, ayahnya langsung gendong-gendong aja...”
“Nah itu dia bu.. kandungan rokokm nikotin ini nempel di baju ayahnya. Terus pas adek Nana di gendong. Adek Nana cium bau nikotinnya, di ayahnya juga, kalau cium adek Nana mulut bekas rokoknya itu nyebarin kandungan rokok ke adek.. jadi nikotin itu kehirup sama adek Nana nah ini salah satu penyebabnya bu..”
Si ibu mengangguk. “Ntar kalau udah sembuh aku suruh berenti deh ayahnya itu..”
Keseluruhan. Sebagian besar pasien bayi yang mengalami BP atau Bronkopneumonia ini memiliki riwayat ayahnya seorang perokok. Penyebar asap. Gak habis pikir sama para perokok, selain merusak diri sendiri, mereka membahayakan orang tercinta di sekeliling mereka. Aku bersyukur, rumah bebas asap rokok, tak ada yang merokok!
Oke, aku lanjutkan kisah ibu Mar. Jadi Nana berada diruang observasi ruangan anak, karena memang kondisinya buruk, ia harus selalu terpasang oksigen nasal kanul, jika batuk ia sangat sesak. Perakhir saat di rontgent thorax ternyata ada cairan di parunya. Dokter bedah memasangkan WSD (Water Sealed Drainage) di dada kanannya. WSD adalah suatu sistem drainage yang menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura ( rongga pleura). Cairan keluar cukup banyaak. Adik Nana juga terpasang selang OGT (Orogastrik Nasal Tube) sebagai tempat menyalurkan makanan untuknya. Semakin hari tubuh adik Nana kurus. Adik Nana terus diberikan terapi, termasuk fisioterapi setiap dua hari sekali, seluruhnya dipantau, pemberian makan susu melalui selang dilakukan tiap 3 jam. Jumlah tergantung advice dokter. Semakin hari kondisi adik Nana membaik.
Nah ibu Mar, ibunya adik Nana ini, hanya seorang diri. Keluarganya jauuuh berada di way jepara, Lampun Tengah. Sedangkan saudara dekatnya semua ada di Jakarta. Termasuk suaminya yang kerja di Jakarta. Jadi ibu Mar selalu melakukan semuanya sendiri. Mulai dari kebutuhannya mencuci baju, menebus resep obat dan lain sebagainya. Ketika ibu Mar memang harus pergi membeli sesuatu atau sekedar mengambil uang di ATM, bu Mar selalu menitipkan adik Nana pada keluarga pasien lain diruangan itu, atau pada suster yang berjaga di ruangan.
Bu Mar tak pernah mengeluh. Ibu Mar masih muda, ia menganggap semua yang ia lakukan, seperti jalan kaki jauuuh sekali adalah bagian dari ibadah dan olahraga. Ia hanya ingin anaknya sembuh, bagaimanapun sulitnya ia tetap ikhtiar. Sampai akhirnya adik Nana keadaannya makin membaik. Bernafas sudah dilatih tanpa alat bantu pernapasan. Minum susu juga sudah semakin meningkat jumlahnya, WSD yang terpasang didada sudah dilepas. OGT atau selang untuk memasukan susu juga sudah dilepas. Daya hisap adik Nana untuk ngedot pun sudah meningkat. Sedikit sedikit dilatih untuk minum susu lewat mulut. Hal ini tentu membuat sumringah hati ibu Mar. Ia membayangkan akan segera pulang kerumah dan melihat adik Nana tumbuh besar. Usahanya tak sia-sia.
Namun, dibalik membaiknya kondisi anaknya. Allah memanggil Adik Nana. Adik Nana meninggal disamping ibunya. Yang ia tahu kondisi anaknya malam itu stabil. Seperti biasa ibu Mar tidur disamping anaknya yang mungil. Seperti biasa. Adik Nana juga tidur nyenyak. Namun tengah malam itu tiba-tiba riuh. Perawat dan dokter sedang berusaha membuat adik Nana bernafas dan detak jantungnya yang melemah tetap stabil. Namun adik Nana tak terselamatkan. Nafasnya berhenti, detak jantungnya tak teraba lagi. Ibu Mar lemas. Dalam lemasnya dihati yang terdalam ia ikhlas. Ibu Mar mengambil hikmahnya, bahwa anaknya sangat baik, karena menyenangkan hati orangtua sebelum ia pergi pada Sang Pencipta. Ya, perbaikan kondisi bayi Nana menyenangkan hati orangtuanya. Semoga adik Nana menjadi penyelamat orangtuanya kelak. Aamiin.
[caption id="attachment_367393" align="aligncenter" width="601" caption="sumber: katamutiarauntukibu.com. MAH!"]
[/caption]
Ibu Pemburu Darah
“Ayo Le.. pokoknya kalau sekali tusuk langsung masuk, nanti mamak langsung lari ambil darah!” tutur si ibu sambil senyum, bicara dengan anaknya yang sedang duduk diatas kasur. Wajah anakitu relax tapi terlihat juga perasaan ngerinya terhadap jarum. Anak itu sudah rutin tranfusi darah, ia memiliki Thallasemia. Ia memang harus tranfusi darah tiap bulannya.
Perawat sedang memasangkan infus. Walaupun pembuluh darah anak itu cukup halus, alias tak terlihat tertutup pula oleh kulit si anak yang bewarna coklat. Infus berhasil masuk dengan sekali tusukan. Selang infus terpasang, selang infus khusus untuk tranfusi darah sudah apik, cairan NaCl mengalir tetes demi tetes. Si anak di ukur suhu tubuhnya.. “36,5 derajat bu suhunya, boleh deh darahnya di ambil..”
Si ibu segera pergi. Suara kakinya.. Lari! Ya ibu itu beneran lari. Sesuai dengan apa yang ia bicarakan. Si anak hanya tersenyum dengan kakaknya. Ibunya lagi girang hari ini. tak berapa lama si ibu sudah datang lagi, sedikit terengah- engah dengan tas kotak khusus untuk kantung darah. Darah sudah dibawa si ibu.
“Ibu beneran lari ya tadi?” tanyaku sambil tersenyum.
“Iya Sus, habis saya senang anak saya di infus langsung masuk, biasanya harus berkali-kali dulu. Jadi saya tadi langsung lari, biar darahnya langsung terpasang, Sus.hehe...” tutur di ibu dengan gaya bicara khas. Kemudian aku menyamakan kode tulisan kertas dengan kode yang ada di bungkus darah. Darah ku pasang. Darah mengalir deras dari kantungnya menuju selang di pembuluh darah anak lelaki ini. si anak senyum saja, dan bangun dari tempat tidurnya. Menuju ruangannya, ruangan Thallasemia yang berada di sebelah ruang anak ini.
[caption id="attachment_367396" align="aligncenter" width="276" caption="sumber: joglosemar.co. daraaah buat mereka segar lagi"]
[/caption]
Darah untuk anak
“Kita butuh tranfusi trombosit ya, butuh 6 kolf. Sehari tranfusi tiga, besok tiga...” tutur dokter spesialis anak hari itu.
Ibunya pasien ini mencari trombosit ke PMI maupun bank darah. Tapi tetap nihil. Persediaan trombosit sedikit sekali. Susah mencarinya. Terkadang mencari tranfusi darah merah saja sulit. Jadilah anaknya diberikan terapi obat-obatan dulu, sembari menanti berharap ada trombosit di PMI yang bisa di tranfusikan pada anaknya. Hasil Lab terakhir kadar tormbosit dalam darah anaknya rendah sekali. Si anak lemas. Makan juga hanya sedikit.
“Pokoknya Sus, nanti siang aku ke PMI lagi, pokoknya aku usahakan banget hari ini dapat trombositnya.. aku usahakan banget untuk anakku..” Trombosit belum juga di dapatkan, stok kosong.
Sampai akhirnya suatu pagi.. sakit kepala yang hebat terjadi pada anaknya. Sakit kepala yang luar biasa membuat anaknya itu meronta kesakitan. Dokter datang, dan memberikan berbagai terapinya. Obat-obatan injeksi. Tanda-tanda vital menurun. Tekanan darah makin menurun. Nadi melambat. Si anak tak sadarkan diri. Nafasnya sesak namun hanya 16 kali permenit. Nafasnya satu-satu. Terpasang oksigen sungkup 5 liter. Retraksi dinding dada. Ia harus terpasang dua IV line. Karena kondisinya sangat menurun. Pola nafas sudah berubah nafas satu-satu namanya. Pemantauan ekstra, perawat dokter serta dokter muda berjaga. Kemudian keriuhan terjadi semua sibuk untuk pasien tersebut. Berusaha menyelamatkan, mungkin masih bisa tertolong. Resusitasi jantung paru (RJP) dilakukan, pemberian ventilasi juga dilakukan. Semua bergerak cepat, pengobatan injeksi untuk meningkatkan kerja jantung pun diberi. Namun tekanan darah makin menurun, pupil midriasis max. Si anak pucat, tak bernafas, jantung tak berdetak. Segala usaha telah diupayakan. Pasien tersebut berpulang, kembali pada sang khalik.
Lalu ruangan kembali riuh dengan suara tangisan.. tangisan ibu dan nenek dari si pasien. “Ya Allah mak, tadi subuh dia minta dibuatkan pop mie, aku belum sempat buatkan Mak... aku janji khlas Mak, ikhlas, tapi gak kuat Mak..” tutur si ibu kepada Emaknya. Sedangkan ‘Emak’ atau neneknya si pasien ini tersusuk kemas, menjulurkan kedua kakinya sambil tertunduk. Sebagai perawat disituasi itu.. apa yang harus aku lakukan untuk menenangkan pasien?
“Ibu sudah bu.. ibu udah usaha maksimal, kita udah usaha maksimal, kita kembali sama takdir ya bu... semua juga akan kembali sama Allah bu..” tuturku, tapi entah kenapa jadi ikutan keluar air mata ini. Situasi ini, situasi paling gak aku sukai. Sungguh.
Ibu-ibu luar biasa yang kuceritakan diatas hanya sampel saja. masih banyaaak sekali ibu-ibu luar biasa yang dengan tabah berusaha agar anaknya bisa sehat. Bekerja di ruang anak harus memiliki kesabaran ekstra. Bagaimana tidak hati orangtua begitu sensitif, apalagi ketika si anak dipasangi infus, tak jarang si ibu kemudian menangis melihat anaknya meronta kesakitan. Ya, ibu memang dengan susah payah melahirkan kita. Maka tak tega pula melihat anaknya tersakiti dengan jarum itu, namun ketimbang sakit lebih parah ibu menjadi rela anaknya tertusuk jarum infus, agar obat-obatan bisa masuk melalui pembuluh darahnya. Kejadian diatas adalah kisah nyata, yang keseluruhan nama adalah samaran. Tak ada maksud apapun, selain aku, kita dan pembaca memetik hikmah kemudian bersyukur memiliki tubuh yang sehat dan kuat. Berbahagialah jika seumur hidup kamu tak pernah merasakan diinfus, jaga, jangan sampai diinfus seumur hidupmu yaa, rasanya menyakitkan *yang nulis belum pernah diinfus* hehe. Semoga kita lebih mencintai orangtua kita. Karena disaat kita sakit, orang yang paling getol doanya, paling keras usahanya, dan paling tinggi perhatiannya adalah orangtua kita. Ridho orangtua, ridhonya Allah. Ingat itu : )
Lain kali postingan aku lanjutkan ya.. setujuuu??? : )
[caption id="attachment_367387" align="aligncenter" width="320" caption="dok. BBM. no caption needed"]
[/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H