Lihat ke Halaman Asli

Rintar Sipahutar

TERVERIFIKASI

Guru Matematika

Cara Rocky Gerung Menyampaikan Kritik dengan "Merevisi Isi Kepala"

Diperbarui: 17 Februari 2021   13:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tangkapan layar dari fin.co.id

Menanggapi niat Presiden Jokowi yang berencana meminta DPR untuk merevisi Undangan-undang ITE terutama pasal-pasal karet yang dapat ditafsirkan sepihak sehingga tidak memberikan keadilan, 'filsuf' Rocky Gerung melalui chanel YouTubenya mengatakan:

"Jadi sekali lagi, yang musti direvisi adalah isi kepala Presiden sebagai kepala negara. Karena beliau salah mengartikan demokrasi. Kan selalu mau masukan orang kritis ke dalam kekuasaan, itu yang mestinya direvisi. UU ITE itu sebenarnya bungkus saja dari isi politik yang anti oposisi"

Jadi jika Wakil Presiden ke-10 dan 12 (2 periode) Yusuf Kalla bertanya bagaimana cara menyampaikan kritik agar tidak dipolisikan maka tanyalah bagaimana Rocky Gerung tetap aman-aman saja hingga hari ini sekalipun selalu asbun alias asal bunyi.

Saya tidak tahu apakah kalimat "... yang musti direvisi adalah kepala presiden..." disebuah negara demokrasi termasuk sebagai kritikan atau hujatan tetapi bagaimanapun perkataan seperti itu pasti merupakan ekspresi dari "ketidaksukaan".

Dan kalau rasa tidak suka sudah akut maka akan sulit bagi seseorang itu untuk berbicara obyektif tetapi akan selalu subyektif dan orang seperti itu mau tidak mau pasti akan kehilangan akal sehat. Akan sulit bagi orang seperti ini menamakan dirinya oposisi karena memang bukan.

Okelah jika atas nama demokrasi kita tidak mau terlalu kaku dibelenggu dengan batasan "sopan-santun" dalam berbicara tetapi tidak harus brutal juga, bukan? Manusia beradab pasti mampu membedakan baik-buruk dan patut-tidak patut.

Bukan karena sekarang presidennya, Jokowi, tetapi siapapun yang menjadi presidennya kelak, masyarakat harus mengetahui perbedaan kritik dan hujatan serta mengetahui batas-batas kritikan.

Bukan dengan alasan demokrasi lantas setiap orang bebas berbicara sesuka hatinya. Tetapi ada batasan-batasan yang secara otomatis seseorang itu pasti mengetahuinya atau yang disebut nurani.

Kita tidak bisa membayangkan jika suatu saat nanti atas alasan demokrasi dalam hal kebebasan mengeluarkan pendapat, anak-anak bebas berbicara sesukanya kepada orang tua dan orang tua juga bebas memaki anaknya. Demikian juga rakyat bebas menghujat pemimpinnya dan pemimpinnya bebas memaki rakyatnya, akan jadi apa negeri ini?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline