Lihat ke Halaman Asli

Rintar Sipahutar

TERVERIFIKASI

Guru Matematika

Salah Kaprah Soni Maaher Membedakan "Kata Kasar" dan "Logat" serta "Dialektika"

Diperbarui: 8 Desember 2020   13:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Soni Ernata alias Maaher/detik.com

Untuk kepentingan proses hukum, Soni Eranata atau yang lebih populer dengan sebutan Ustadz Maaher, kini mendekam di rumah tahanan Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan.

Soni dijemput di kediamannya Kelurahan Kedung Badak, Kecamatan Tanah Sereal, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis 3 Desember 2020 pukul 4.00 dini hari WIB, terkait dugaan penghinaan terhadap Habib Luthfi.

Kali ini saya tertarik menyoroti hasil wawancara detiknews.com dengan Soni Eranata pada Sabtu petang (5/12/2020) di Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, terkait ceramahnya yang sering kontroversial karena terkesan kasar dan jauh dari cerminan seorang ustadz.

Dalam wawancara tersebut, Soni mengatakan: "Kalau terkait dengan kata-kata kasar, saya sulit sih ya. Saya menjawabnya sulit. Agak sulit. Kenapa, karena kultural. Kulturalnya gini, terkadang kasar atau tidak kasarnya sebuah ungkapan di dalam berbahasa itu sangat asumtif. Asumtifnya kenapa, karena tergantung siapa yang mendengar," kata Maher.

Disini Soni mengulangi kata "sulit" hingga 3 kali, karena dia memang benar-benar gagal paham memaknai "kata-kata kasar" serta hubungannya dengan "kultural", "asumtif" dan "pendengar".

"Kata-kata kasar" adalah umpatan, kata-kata kotor, ucapan jorok/cabul, sumpah serapah, caci maki, ungkapan tidak senonoh yang diucapkan untuk menistakan atau merendahkan orang lain atau bahkan ada yang mengucapkannya kepada Tuhan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Jika kultural dimaknai sebagai hal-hal yang berhubungan dengan kebudayaan atau "akal budi", termasuk dalam hal kesenian, kepercayaan, adat-istiadat dan keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial, apakah "kata-kata kasar," merupakan budaya? Kalau, ya, itu hanya ada dalam "budaya" bar-bar, dan penggunaan kata "budaya" dalam hal ini tidaklah tepat.

"Kata-kata kasar," juga bukan asumtif atau dugaan, tetapi menyangkut "fakta" apakah kata-kata yang dimaksud digunakan kepada objek yang tepat dan pada waktu yang tepat. Misalnya jika saya mengatakan "bodat" kepada monyet, itu jelas tidak kasar tetapi jika saya mengatakannya kepada manusia maka dimanapun hal itu bukan bagian dari kultur.

Lalu bagaimana dengan asumsi "pendengar"?

Secara etimologi, "umpatan" atau "kata-kata kasar" berasal dari kata profane atau dalam bahasa Latin klasik profanus yang secara harfiah berarti "(di luar) tempat ibadah" atau "menodai kesucian".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline