Lihat ke Halaman Asli

Rintar Sipahutar

TERVERIFIKASI

Guru Matematika

M. Tamzil di Tengah Lemahnya UU Pilkada dan PKPU, serta "Bodoh"-nya Pengguna Hak Pilih

Diperbarui: 30 Juli 2019   22:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi : Kompas.com

Sebagaimana biasa setiap kali saya membagikan link artikel Kompasiana di beberapa grup di facebook, beragam komentar dari pembaca akan bermunculan. Ada yang memberikan komentar positif tanda setuju dengan tulisan saya, tetapi terkadang tak sedikit juga yang membuli saya.

Terhadap hal seperti itu di dunia maya, saya sudah maklum dan tidak mau ambil pusing. Terkadang saya layani juga mereka dengan santai sambil sekali-sekali di skak mat. Mungkin beberapa diantara pembaca yang suka membuli itu adalah mereka yang hanya membaca judulnya saja tanpa membaca isinya secara utuh. 

Demikian juga ketika saya membagikan artikel "Bupati Kudus M Tamzil Dihukum Mati karena Korupsi, Mungkinkah?" Banyak di antara pembaca yang berharap agar hukuman mati diterapkan tidak hanya kepada M Tamzil saja, tetapi terhadap semua koruptor tanpa kecuali.

Tidak sedikit juga di antara mereka yang pesimis. mereka tak yakin penegak hukum tak akan berani menjatuhkan hukuman maksimal kepada koruptor. Para koruptor sering hanya dituntut ringan dan divonis lebih ringan lagi. Tidak ada acara pemiskinan seperti yang digembar-gemborkan sehingga koruptor itu pun terus tumbuh bag jamur di musim hujan.

Namun tiga di antara banyak komentar yang paling berbobot menurut saya, adalah:

Yang pertama, mereka sangat menyayangkan undang-undang pilkada yang masih memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada narapidana eks koruptor dan yang penyandang tersangka korupsi untuk mencalonkan diri sebagai gubernur-wakli gubernur, bupati-wakil bupati atau walikota-wakil walikota.

Yang kedua, sangat disayangkan masih ada beberapa partai politik yang mau berkoalisi mengusung eks narapidana korupsi atau penyandang tersangka korupsi. Dimana nurani partai politik tersebut yang katanya memperjuangkan nasib rakyat dan menggaungkan slogan anti korupsi?

Yang ketiga yang juga sangat disayangkan, mengapa masyarakat masih sangat banyak memilih kandidat narapidana eks koruptor atau penyandang tersangka korupsi? Bodohkah mereka sehingga ingin dipimpin koruptor? Atau disogokkah mereka dengan uang hasil korupsi itu sehingga mereka gelap mata?

***

Syarat menjadi calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan wakil walikota dapat kita lihat pada:

  • UU Nomor 8 Tahun 2015 Pasal 7 butir a sampai k
  • UU Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 7 butir a-u
  • PKPU Nomor 9 tahun 2016 Pasal 4 Ayat (1) butir a-m
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline