Sudah menjadi rahasia umum bahwa dunia politik mengenal adigium populer yang bunyinya kurang lebih: "Dalam politik tidak ada musuh abadi, juga tidak ada sahabat sejati, tetapi yang ada adalah kepentingan abadi".
Makanya jangan heran jika dua partai politik yang tadinya sangat kompak tetapi kemudian tiba-tiba bermusuhan karena merasa tidak lagi "sepaham". Atau sebaliknya 2 partai politik yang tadinya bermusuhan, eh tiba-tiba berubah sangat akrab karena merasa memiliki persamaan kepentingan.
Melihat fenomena seperti inilah seharusnya masyarakat harus cerdas agar tidak terseret arus politik dukung-mendukung yang berlebihan sehingga tidak tersesat oleh ujaran kebencian dan permusuhan sementara para elit dapat berubah haluan setiap detik.
Contohnya pada Pilpres 2009, PDIP dan Gerindra dengan kompak berkoalisi mendukung pasangan Capres-Cawapres Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto. Karena ketika itu mereka yakin bahwa mereka berada dalam kepentingan yang sama.
Tetapi kemudian pada Pilpres 2014 kedua partai politik ini pecah kongsi karena Gerindra menganggap Megawati Soekarnoputri bersama PDIP telah mengingkari isi Perjanjian Batu Tulis butir ke-7 yang berbunyi:
Megawati Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pemilu Presiden tahun 2014.
Tatkala Megawati Soekarnoputri dan PDIP melihat dukungan yang sangat kuat dari masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke terhadap Jokowi untuk diusung sebagai capres maka seketika itu juga adigium populer politik itupun membuat segalanya berubah.
"Permusuhan" PDIP versus Gerindra pun kian memanas tatkala Jokowi berhasil menumbangkan Prabowo secara beruntun dalam 2 kali Pilpres, yaitu 2014 dan 2019. Hal itu jelas memunculkan banyak cerita "permusuhan" yang tidak mudah dicerna dengan akal sehat. Dan jadilah hubungan PDIP-Gerindra makin merenggang dan semakin jauh dan seakan-akan tidak mungkin disatukan.
Tetapi ditengah-tengah prahara sengketa Pilpres antar 01 dan 02 yang kian menggelora, eh tiba-tiba Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan bahwa tidak tertutup kemungkinan Partai Gerindra akan bergabung dengan pemerintahan Jokowi-Ma'aruf pasca putusan MK dibacakan.
Dikutip dari KOMPAS.com, Ahmad Riza Patria mengatakan: "Sampai hari ini, kami belum memutuskan apakah Partai Gerindra akan oposisi atau koalisi (pemerintah), belum diputuskan. Nanti akan diputuskan setelah hasil MK. Kita hormati dulu hasil MK," kata Riza di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/6/2019).
Itu merupakan pertanda bahwa Gerindra tidak menutup diri kemungkinan akan bersinergi dengan Jokowi-Ma'aruf, berkoloborasi membangun negeri ini 5 tahun ke depan.