Lihat ke Halaman Asli

Rintar Sipahutar

TERVERIFIKASI

Guru Matematika

Terancam 6 Tahun Bui, Ratna Sarumpaet Masih Gagal Paham Mengenai Kasusnya

Diperbarui: 23 Juni 2019   16:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok : Megapolitan Kompas.com

Ketika ditanya wartawan apakah Ratna Sarumpaet akan tetap mengkritik pemerintahan Jokowi pada periode berikutnya, sambil tertawa Ibunda dari Atiqah Hasiholan ini menjawab:

"Enggak, aku mau istirahat saja, mau ngurus cucu nanti aku dijewer lagi, ditaro lagi di tahanan enggak lah, kapok," ujarnya sebelum menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (CNN Indonesia, Jumat 21/6/2019)

Entah apa yang ada dalam benak Ratna saat menjawab pertanyaan tersebut. Apakah pertanyaan wartawan yang seakan menjebak sehingga Ratna gagal paham memaknainya. Atau memang dia hingga kini masih tetap gagal paham membedakan antara mengkritisi dan menyebarkan hoaks?

Apakah Ratna mungkin mengira bahwa wartawan menanyakan dirinya apakah masih tetap akan membuat dan menyebarkan hoaks pada pemerintahan Jokowi berikutnya atau memang Ratna benar-benar masih gagal paham mengapa dia menjadi terdakwa dan terancam hukuman bui 6 tahun?

Apakah Ratna merasa yakin seyakin-yakinnya bahwa dirinya ditaro di tahanan sepenuhnya karena berseberangan dengan pemerintah dan sering mengkritisi kinerja Jokowi?

Sebagaimana diketahui, Ratna ditetapkan sebagai terdakwa sama sekali bukan karena mengkritisi pemerintah tetapi karena kasus berita bohong atau hoaks. Itu dua hal berbeda yang benar-benar harus dia pahami.

Dalam kasusnya Ratna dituntut 6 tahun penjara karena dianggap memenuhi unsur menyebarkan hoaks yang mengakibatkan keonaran seperti diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana.

Sebelum terlambat dan semakin jauh terjerumus ke dalam lembah kegagalpahaman, sepertinya penasehat hukum Ratna harus benar-benar memberitahukan dan meyakinkannya bahwa dirinya dijadikan pesakitan bukan karena mengkritisi pemerintah tetapi karena menyebarkan hoaks yang menyebabkan keonaran.

Sekali lagi, kritik dan hoaks adalah 2 hal berbeda. Mengkritisi dan menyebarkan hoaks jelas memiliki makna yang berbeda. Orang waras dan bijaksana pasti dengan mudah dapat membedakannya.

Hal inilah yang sering disalah artikan oleh kubu oposisi yang menuduh pemerintahan Jokowi anti kritik. Karena mereka tidak bisa membedakan antara kritik dan hoaks. Karena kebencian terhadap Jokowi, mereka gagal paham apa itu koreksi dan apa itu ujaran kebencian, makian atau hujatan.

Apapun dalilnya, kritik tetaplah kritik dan hoaks tetaplah hoaks. Makian, hujatan, ujaran kebencian dan berita bohong atau hoaks jelas bukan kritik. Orang cerdas dan yang mengaku beragama seharusnya tak akan pernah gagal paham memaknainya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline