Lihat ke Halaman Asli

Rintar Sipahutar

TERVERIFIKASI

Guru Matematika

#INAElectionObserverSOS, Aroma Kekalahan 02 dan Upaya Delegitimasi KPU dan POLRI

Diperbarui: 26 Maret 2019   08:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Benarkah penyelenggaraan Pemilu di Indonesia dalam keadaan darurat sehingga pasukan medsos 02 berteriak minta bantuan pengawas pemilu independen internasional dengan melakukan gerakan sejuta tagar #INAElectionObserverSOS?

#INAElectionObserverSOS menjadi trending topik Twitter dunia pada hari Rabu (20/3/2019) dengan total twit hingga hari ini diperkirakan sudah lebih dari 393.000 kali. Kemudian tagar tersebut juga menjadi trending topik Google dengan total penelusuran lebih dari 10.000 kali.

Walaupun tagar ini kemungkinan besar hanya disuarakan oleh sekitar 4000 akun saja, dengan asumsi setiap akun rata-rata mencuit hingga 100 kali, tetapi paling tidak tagar #INAElectionObserverSOS terbilang berhasil menarik perhatian warganet di Indonesia bahkan dunia.

#INAElectionObserverSOS diluncurkan pasukan medsos 02 yang katanya dimaksudkan untuk menarik perhatian pengawas Pemilu internasional agar ikut memantau pelaksanaan pilpres di Indonesia yang ditengarai rentan dengan kecurangan.

Pendukung kandidat 02 mencurigai KPU sebagai penyelenggara pilpres tidak netral dan berpihak kepada petahana. Sementara aparat kepolisian yang seharusnya bertindak sebagai "wasit" juga diduga ikut andil dalam pemenangan kandidat 01.

Menurut pengamatan penulis, tagar ini sebenarnya tujuannya tidak serius untuk meminta perhatian pengawas pemilu internasional tetapi hanya sebagai upaya penggiringan opini publik untuk meragukan hasil Pilpres jika ternyata kandidat 02 kalah. 

Tagar ini dimaksudkan untuk menguatkan pernyataan-pernyataan mereka sebelumnya yang mengklaim sepihak bahwa hanya kecuranganlah yang mampu mengalahkan pasangan nomor urut 02.

Delegitimasi terhadap KPU dan aparat kepolisian bukan kali ini saja mereka lakukan. Seperti sebelumnya ketika seorang tokoh sepuh mereka mengancam bahwa kandidat mereka akan mundur jika tidak diizinkan mengaudit peralatan IT KPU.

Tetapi ketika tanda-tanda kekalahan itu sudah semakin menguat maka satu-satunya cara yang kelihatan masuk akal tetapi sebenarnya tidak, adalah dengan menuduh KPU dan aparat kepolisian berbuat curang.

Ini adalah cara-cara lama yang sering dilakukan kandidat yang kalah baik dalam pilkada, pileg dan pilpres. Bagi kubu yang kalah dan tidak bisa menerima kekalahan biasanya KPU selalu dijadikan sebagai kambing hitam dari ketidakmampuan berdemokrasi.

Penulis berharap semoga saja pilpres tahun ini berjalan lancar dan dihadiri oleh pengawas pemilu internasional sebagai saksi yang menguatkan dan bukan untuk meributi kedaulatan negara kita. Dan siapa saja nantinya yang menang semoga saja pihak yang kalah legowo dan mau mengakui kekalahannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline