Dikutip dari detiknews.com (Jumat, 1/2/2019), Pengacara Ratna Sarumpaet, Insank Nasruddin menyebutkan selama kliennya ditahan di Polda Metro Jaya belum pernah dijenguk timses Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Padahal menurut Insank, Ratna Sarumpaet selama ini setia membela Prabowo-Sandi
Menanggapi hal tersebut anggota Dewan Pengarah tim Prabowo-Sandi sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon mengaku memang tidak pernah dan tidak ada niat menjenguk Ratna Sarumpaet karena merasa jengkel dibohongi.
Menurut Fadli Zon, timses Prabowo-Sandi sangat dirugikan atas kasus hoaks penganiayaan yang disebarkan Ratna. Saat itu posisi Ratna merupakan Juru Kampanye Nasional (Jurkamnas) Prabowo-Sandi.
Pertanyaannya adalah, silahkan cek media cetak maupun elektronik, siapakah sesungguhnya yang menyebarkan hoaks penganiayaan Ratna, apakah Ratna sendiri atau orang-orang disekitarnya yang grasa-grusu ingin memanfaatkan momen tersebut untuk menyerang kubu lawan?
Menurut Atiqah Hasiholan, putri Ratna Sarumpaet kepada KOMPAS.COM (Kamis, 31/1/2019), "Ibu saya tidak pernah menyebarkan (kebohongan) ke publik, dia hanya berbohong kepada keluarga dan orang-orang lingkungan yang kebetulan ada kaitannya saat itu. Jadi kalau ditanya harapan dari keluarga, ya, secara logika saya (ingin) ibu saya bebas," katanya tanpa mengatakan siapa saja yang diduga telah menyebarkan kabar bohong tersebut.
Kalau begitu siapakah sesungguhnya yang sangat bernafsu menyebarkan hoaks penganiayaan tersebut? Bukankah mereka yang grasa-grusu melakukan konferensi pers tanpa terlebih dahulu melakukan klarifikasi?
Tetapi mengapa setelah kebohongan Ratna terbongkar mereka justru merasa dibohongi? Dan bagaimana jika seandainya kebohongan tersebut tidak terbongkar, apakah mereka tetap jengkel dengan Ratna?
Memang Ratna telah membuat kebohongan sekaligus telah mengakui dirinya sebagai pencipta hoaks terbaik yang menghebohkan sebuah negeri. Tetapi juga harus diakui bahwa yang menyebarkan hoaks itu bukan Ratna sendiri melainkan orang-orang disekitarnya yang ingin memanfaatkan kebohongan itu.
Dan seandainya kebohongan itu tidak terbongkar hingga pilpres selesai, siapakah sesungguhnya yang lebih diuntungkan? Apakah Ratna atau orang-orang disekitarnya?
Tetapi karena sandiwara itu sudah terlanjur terbongkar dan tidak berjalan sesuai harapan maka peribahasa "habis manis sepah di buang" atas nama kejengkelan pun menjadi alasan manis.
(RS)