Lihat ke Halaman Asli

Rintar Sipahutar

TERVERIFIKASI

Guru Matematika

Fadli Zon Setuju Napi Koruptor Nyaleg, Mereka Sudah Menebus Kesalahannya

Diperbarui: 7 September 2018   14:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon (Indra Akunto/KOMPAS.com)

Bagi saya, tidak ada istilah eks koruptor. Koruptor adalah koruptor dan sampai kapan pun mereka tetap koruptor. Berapa lama pun mereka dihukum bahkan ditembak mati sekalipun, mereka tetap koruptor dan bukan eks koruptor.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon mendukung putusan Bawaslu yang membolehkan  nara pidana eks koruptor termasuk Kader Gerindra Mohamad Taufik, mengikuti Pemilu 2019 sebagai Caleg. Menurut Fadli Zon, putusan tersebut sudah sesuai undang-undang.

Dikutip dari wartaekonomi.co.id, Fadli Zon mengatakan : "Mereka (narapidana koruptor), misalnya sudah menjalani hukuman, hukuman itu menjadi warga binaan. Apakah selamanya tidak boleh? Ini jadi dilema menurut saya. Padahal mereka sudah menebus kesalahan-kesalahannya itu," katanya, Sabtu (1/9/2018).

Sebelumnya Bawaslu telah memutuskan meloloskan napi eks koruptor mengikuti Pemilu 2019 sebagai Caleg dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sebagai rujukan. Bawaslu mengabaikan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten atau kota.

Pasal 7 Ayat 1 huruf h PKPU Nomor 20 Tahun 2018, yang mengatur larangan mantan koruptor berpartisipasi sebagai calon anggota legislatif pada Pemilu 2019, menegaskan bahwa salah satu syarat Caleg pada Pemilu 2019 adalah: "Bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi,".

Tetapi oleh Bawaslu, pasal ini dianggap bertentangan dengan Pasal 240 Ayat 1 Huruf g, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang menyatakan bahwa: "seorang eks narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik".

Namun, KPU DKI menunda untuk menjalankan putusan Bawaslu tersebut. KPU DKI mematuhi Surat Edaran KPU RI Nomor 991 Tahun 2018. Isinya KPU provinsi dan kabupaten/kota diminta untuk menunda pelaksanaan putusan Bawaslu sampai keluar putusan uji materi MA terhadap Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Legislatif (KOMPAS.com, 4/9/2018)

Terhadap putusan Bawaslu tersebut, Mantan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshidiqie menilai Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) harus tunduk pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang larangan eks napi korupsi nyaleg. Ini mengingat Bawaslu dan KPU sesama penyelenggara pemilu.

"Sangat disayangkan kenapa Bawaslu tidak menjadikan PKPU sebagai rujukan. Bawaslu kan lembaga penyelenggara pemilu, terpadu dengan KPU, jadi dia tidak bisa tidak terikat dengan PKPU," kata Jimly ketika dihubungi Medcom.ID, Selasa, 4 September 2018. (Metrotvnews.com, 4/9/2018).

Menurut saya yang sama sekali bukan ahli hukum, hasil putusan uji materi MA terhadap Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Legislatif, khususnya Pasal 7 ayat 1 huruf h yang mengatur pelarangan napi eks koruptor, kemungkinan besar akan gugur oleh Pasal 240 Ayat 1 Huruf g, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, karena logikanya Undang-undang Pemilu lebih tinggi daripada Peraturan KPU.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline