Lihat ke Halaman Asli

Rintar Sipahutar

TERVERIFIKASI

Guru Matematika

Simpang Siur Jumlah Korban, Tranportasi di Danau Toba Masih Amburadul

Diperbarui: 23 Juni 2018   12:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(ANTARA FOTO/IRSAN MULYADI)

Pertama kali beredar berita di media online bahwa sebuah kapal terbalik di Danau Toba (18/06/2018) sekitar pukul 17.15 WIB dalam perjalanannya dari Pelabuhan Simanindo Kabupaten Samosir menuju Pelabuhan Tigaras Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Kapal tersebut diberitakan membawa sekitar 80 orang penumpang.

Awalnya saya berpikir dan berharap bahwa kecelakaan tersebut tidak akan menimbulkan korban serius. Saya membayangkan bahwa transportasi air di Danau Toba sebagai objek wisata bertaraf internasional sudah dikelola sedemikian profesional, sehingga timbulnya korban tewas dapat dihindarkan.

Demikian juga saya berpikir bahwa bantuan tanggap darurat penanganan korban kapal tenggelam di Danau Toba yang merupakan danau terbesar di Asia Tenggara dan danau kesembilan terdalam di dunia, tentulah sudah dilengkapi dengan peralatan yang modern. Mulai dari kapal cepat dengan segala fasilitasnya serta personil yang sudah terlatih dan paling tidak juga tersedia sebuah helikopter pengintai di atas danau.

Tetapi ternyata saya salah besar. Apa yang saya bayangkan tersebut hanya ada seperti di film-film "Bay Watch" dan sebagainya. Ternyata pengelolaan transportasi air dan bantuan tanggap darurat kecelakaan di Danau Toba masih sangat-sangat jauh dari kata profesional. Semuanya masih amburadul dan sama sekali belum menggambarkan Danau Toba sebagai objek wisata internasional.

Mengapa saya sebut demikian?

Tenggelamnya kapal kayu KM Sinar Bangun dengan simpang-siur jumlah penumpang menjadi bukti yang sangat kuat betapa sangat bobroknya pengelolaan transportasi air di Danau Toba. Menurut beberapa sumber KM Sinar Bangun adalah kapal kayu yang digunakan mengangkut orang dan kendaraan roda dua. Dan kapal tersebut seharusnya hanya dapat mengangkut 40 orang dan sangat tidak mungkin mengangkut kendaraan dengan batasan yang tidak jelas.

Menurut KOMPAS.com (Rabu 20/6/2018), pertama-tama data korban hilang di papan yang tertera di Posko Tigaras berdasarkan aduan masyarakat berjumlah 94 orang. Kemudian bertambah menjadi 166 orang, lalu bertambah lagi menjadi 189 korban hilang di Posko Simanindo. Sungguh sesuatu yang aneh bukan?

Hal tersebut seharusnya tidak perlu terjadi andai saja data manifes kapal jelas. Ketika sebuah kecelakaan kapal terjadi tentu yang diperhatikan itu adalah data manifes kapal, bukan? Ini malah berdasarkan aduan masyarakat? Sungguh-sungguh sangat tidak menghargakan keselamatan dan nyawa penumpang sebagai konsumen.

Menurut beberapa sumber, seorang penumpang yang seharusnya membeli tiket terlebih dahulu lalu masuk ke kapal tetapi ini justru sebaliknya. penumpang masuk dulu baru nanti dimintai ongkosnya di dalam. Seperti main-main saja, bukan?

Tolonglah para pihak terkait yang berwenang mengelola tranportasi air di Danau Toba. Mulai dari Pemerintah Daerah Kabupaten Samosir dan Pemerintah Daerah Kabupaten Simalungun serta Kementerian Perhubungan. Tolong angkutan air di Danau Toba dikelola dan diawasi dengan serius. Jangan permainkan nyawa manusia.

Semoga peristiwa ini menjadi yang terakhir dan tidak pernah terulang kembali. Sepenuhnya ini adalah kelalaian dan kesalahan manusia. Faktor cuaca buruk seharusnya dapat diantisipasi dengan melakukan beberapa persiapan yang lebih baik. Bahkan bila perlu perjalanan bisa ditunda sampai keadaan menjadi lebih baik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline