Lihat ke Halaman Asli

Rintar Sipahutar

TERVERIFIKASI

Guru Matematika

Manusia, Cita-cita dan Garis Tangan

Diperbarui: 15 Februari 2018   10:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok : Tribunnews.com

  

"Makanya saya bilang kalau Anda takut Jokowi jadi presiden, ya nggak usah ditakutin, kalau sudah garis tangan, nggak kebendung dia," (Ahok)

Indonesia memiliki penduduk sekitar 250 juta jiwa lebih dan presidennya hanya satu. Tentu saja banyak yang ingin dan bercita-cita menjadi presiden tetapi keinginan dan cita-cita saja tidak cukup. Bahkan kecerdasan, popularitas, dan kekayaan pun tidak. Dibutuhkan garis tangan yang telah "tertulis" sejak lahir. Bahkan sejak masih dalam kandungan.

Joko Widodo berasal dari keluarga sederhana. Bahkan, rumahnya pernah digusur sebanyak tiga kali, ketika beliau masih kecil. Dengan kesulitan hidup yang dialami, beliau terpaksa berdagang, mengojek payung, dan jadi kuli panggul untuk mencari sendiri keperluan sekolah dan uang jajan sehari-hari.

Saat anak-anak lain ke sekolah dengan sepeda, beliau memilih untuk tetap berjalan kaki. Mewarisi keahlian bertukang kayu dari ayahnya, beliau mulai bekerja sebagai penggergaji di umur 12 tahun.

Jokowi Diary.com

              

Mungkin saat itu, jika Jokowi kecil ditanya apakah beliau bercita-cita menjadi seorang Presiden? Dia akan menjawab: "Tentu saja mau", tapi mungkin cita-cita itu terlalu besar untuk dijangkau dan itu merupakan jawaban yang diucapkan hampir semua anak-anak seumuran beliau ketika itu..

Setelah Jokowi sudah menjabat sebagai Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia, seseorang bertanya: "Apakah bapak sebelumnya memang bercita-cita menjadi seorang Presiden?" Jawabannya Justru di luar dugaan. 

Jangankan menjadi Presiden, menjadi Walikotapun tak pernah terpikirkan sebelumnya. Salah satu bukti adalah beliau menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada bukan di Akademi Militer. Setelah lulus, dia menekuni profesinya sebagai pengusaha mebel.

Namun garis tangan berkata lain. Kegigihan dan kepiawaian beliau memimpin perusahaan mebelnya sendiri membuat partainya PDI- Perjuangan tertarik mencalonkan beliau menjadi Walikota Solo pada Pilkada langsung. Dan hasilnya sungguh diluar dugaan, beliau menang mudah menjadi Walikota ke-16, bahkan untuk 2 periode walaupun periode kedua tidak selesai.

Keberhasilannya mengubah wajah kota Solo, dan gaya kepemimpinannya yang dekat dengan rakyat dengan ciri khas "blusukan", anti korupsi, penampilan dan gaya bahasa yang sangat sederhana membuat popularitasnya meroket tajam.

Ditengah kepemimpinannya di Kota Solo, masyarakat Jakarta "memanggil" beliau untuk memimpin Jakarta. Lagi-lagi partai yang membesarkannya, PDI-Perjuangan membaca dan melihat keinginan yang kuat dari masyarakat Jakarta. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline