(Sebuah literasi informasi yang diambil dan ditautkan langsung dengan sumber bacaan)
KOMPAS.com pada hari Senin, 5 Februari 2018 | 21:06 WIB, dengan judul "DPR dan Pemerintah Sepakat Pasal Zina Tetap Diperluas dalam RKUHP", memberitakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah sepakat untuk tetap memperluas pasal tindak pidana zina dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Namun untuk menghindari munculnya praktik persekusi, DPR dan pemerintah sepakat untuk memperketat ketentuan dalam Pasal 484 ayat (2) yang sebelumnya berbunyi: "tindak pidana zina tidak bisa dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri atau pihak ketiga yang tercemar atau berkepentingan".
Frasa pihak ketiga yang tercemar atau berkepentingan kemudian diganti dengan suami, istri, orangtua, dan anak sehingga bunyi Pasal 484 ayat (2) menjadi: "tindak pidana zina tidak bisa dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, orangtua dan anak".
Hal tersebut merupakan bentuk penegasan dari berita KOMPAS.com satu minggu sebelumnya, (Selasa, 30 Januari 2018 | 18:34 WIB) dengan judul "Pasal Zina di Ruu KUHP Dikhawatirkan Buat Masyarakat Main Hakim Sendiri"
Dimana pada paragraf pertama disebutkan bahwa sejumlah warga menginisiasi petisi untuk menolak perluasan pasal zina dalam draf rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang tengah dibahas oleh DPR dan Pemerintah dengan salah satu alasan bahwa perluasan pasal zina berpotensi meningkatkan kriminalisasi terhadap privasi warga negara.
Selain itu, menurut Tunggal Parwesti sebagai salah satu inisiator, perluasan pasal zina berpotensi memunculkan persekusi dan budaya main hakim sendiri di tengah masyarakat. Sebab, setiap orang yang merasa memiliki kepentingan bisa melakukan penggerebekan atau penuntutan terhadap pasangan yang diduga melakukan persetubuhan di suatu tempat.
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah apakah yang dimaksud dengan "perluasan pasal zina dalam KUHP?" Apakah sebelumnya sudah ada pasal-pasal yang mengatur tentang zina dalam KUHP dan mengapa perluasan pasal zina ini menuai polemik di masyarakat?
Saya sebelumnya sama sekali tidak tertarik untuk mengetahui tentang masalah perluasan pasal zina ini tetapi melihat kehebohan yang terjadi di media massa dan media sosial akhirnya saya penasaran untuk menuliskan topik ini dalam bentuk literasi informasi dengan mentautkan langsung sumber bacaan sebagai referensi.
Diambil dari laman situs Aliansi Reformasi KUHP, tanggal 01/11/2016 yang ditulis oleh: Bintang Wicaksono Ajie dengan judul "TINDAK PIDANA ZINA DALAM R KUHP 2015", dijelaskan bahwa dalamKitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP ) yang berlaku saat ini, delik zina sudah diatur dan masuk dalam rumusan delik. Adapun, ketentuan mengenai zina diatur dalam Pasal 284 KUHP, dapat dirumuskan sebagai berikut:
- Diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan :
Ke-1
- seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa Pasal 27 KUH Perdata[1]berlaku baginya;
- seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa Pasal 27 KUH Perdata berlaku baginya.