Sebuah catatan petualangan dari Tanjung Uban, Bintan-Kepulauan Riau
Sebenarnya cahaya putih terdiri dari harmonisasi berbagai cahaya warna dengan panjang gelombang yang berbeda-beda. Lewat pembelokan atau pembiasan pada prisma, cahaya polikromatik putih akan terdispersi menjadi warna monokromatik merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu.
Ini adalah suatu hari yang sangat melelahkan dari banyak hari yang pernah kujalani. Sebuah petualangan yang tidak direncanakan dan terpikirkan sebelumnya. Perasaan kesal, bodoh, konyol dan juga lucu sekaligus menantang, semua menyatu menjadi harmonisasi polikromatik putih.
Aku menyebutnya putih karena penyertaan Tuhan selalu nyata dalam setiap konsuensi yang harus saya tempuh akibat dari kelalaian dan keputusan yang terburu-buru. Ini menjadi pengalaman berharga yang harus dipajang sebagai shortcut di monitor jika tidak ingin terulang kembali. Tetapi saya pikir tidak ada kesalahan fatal yang dapat mengakibatkan resiko serius. Mungkin hanya butiran kecil dari perjalanan hidup yang harus dilalui.
Jika Anda berkunjung ke sebuah kota untuk pertama kali, tanyakan dan pelajari keadaan kota tersebut sediteil mungkin. Mulai dari alat transportasi: rute, jadwal, jarak, lamanya perjalanan dan tentu saja tarifnya. Ini sangat penting hanya jika Anda tidak ingin terlambat dan mengalami nasib seperti saya.
Saya telah mengalami dua kali keterlambatan akibat kelalaian. Pertama ditinggalkan mobil travel yang jadwal berangkatnya pukul 00.07. Akibatnya saya harus mengalami keterlambatan yang kedua, ditinggalkan fery Tanjungpinang-Senayang yang jadwalnya sudah jelas-jelas saya hafal pukul 00.10 WIB tepat setiap harinya.
Hanya satu kali untuk satu hari, jika terlambat, Anda harus menunggu hingga besok pagi jika ingin berkumpul bersama keluarga dengan menggunakan transportasi yang sama.
Yang paling menyedihkan adalah ketika saya harus menyaksikan petugas fery melepaskan tali dari bitt bollard, kemudian perlahan fery terpisah dari dermaga tanpa bisa dihentikan.
Itu rasanya seperti jiwa terpisah dari raga, seperti nyawa dari jasad untuk selamanya. Saya mencoba menghubungi kapten kapal lewat handphone, tetapi sepertinya mustahil. "Maaf, waktu parkir sudah habis", jawabnya datar.
Sebenarnya jarak Tanjung Uban-Tanjungpinang dengan adanya jalan baru "semi tol" tidaklah terlalu jauh. Dengan kecepatan rata-rata 80km/jam, rute ini dapat ditempuh sekitar 1 jam perjalanan.
Tengah malam setelah selesai rapat di lobby "Wisma Pesona" Tanjung Uban, saya menanyakan kepada resepsionis jadwal travel ke Tanjungpinang untuk esok paginya. Resepsionis menganjurkan saya bertanya langsung ke petugas travel yang jauhnya kira-kira 100 meter dari hotel tersebut.