Lihat ke Halaman Asli

Rintar Sipahutar

TERVERIFIKASI

Guru Matematika

Perang, Kesedihan, dan Penderitaan Tak Berujung

Diperbarui: 7 Desember 2017   09:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Renungan ini saya tulis ketika sedang mengawas ujian PKn. Diiringi tetesan hujan yang cukup deras dan awet, sambil menunggu waktu selesai ujian yang tidak singkat, saya mengadakan perjalanan jauh, sebuah petualangan imajiner ke sudut-sudut daerah peperangan di Afrika hingga ke Timur Tengah. 

Semoga orang-orang bodoh yang merindukan perang terketuk hatinya dan terbuka matanya untuk melihat dan merasakan akibat dan bahaya dari perang berkepanjangan. Selamat membaca!

Perang membuat segalanya berubah. Kenyamanan Anda dirampas, keamanan Anda diperkosa dan kebahagiaan Anda diambil paksa. 

Hari-hari Anda akan dipenuhi ketakutan dan ketidak-tenangan. Hidup Anda akan diliputi kekuatiran. Anda tidak dapat beraktivitas sebagaimana biasa. Hari-hari santai hanya impian. Untuk kebutuhan sehari-hari saja, seperti makanan, minuman, pakaian dan perumahan semua akan terancam.

Beberapa kali Anda harus dipaksa mengungsi kalau ingin selamat. Ini adalah masa darurat. Jangan bayangkan makanan yang enak dan tidur di kasur yang empuk. Tidur nyenyakpun sangt jauh karena Anda harus berjaga 24 jam.

Bayangkan Ketika Anda pulang dari pengungsian, mungkin rumah Anda sudah porak-poranda dan tinggal puing-puing. Mobil dan harta kesayangan Anda lainnya sudah lenyap. Tidak ada lagi yang Anda miliki selain pakaian yang melekat di badan.

Di sepanjang jalan mayat bergelimpangan dan belum sempat dikebumikan sebagaimana harusnya. Bau busuk menusuk merebak kemana-mana sampai ratusan kilo meter. Ulat dan belatung menggerogoti mayat-mayat tersebut. Dan alangkah kagetnya Anda? Beberapa dari mereka adalah orang yang Anda kenal bahkan sangat Anda sayangi.

Belum lagi Anda berniat meratapi mereka, tiba-tiba bom meledak disekitar Anda diikuti suara tembakan beruntun tiada henti. Beberapa peluru hampir menembus jantung Anda. Dunia seakan-akan sudah kiamat. 

Asap mengepul dimana-mana dan bau mesiu menyelimuti udara. Burung bangkai berpesta berkerumun memilih serpihan-serpihan daging yang mereka anggap segar. Terkadang mereka sudah muak bau darah. Merekapun terbang menjauh setelah mematuk-matuk biji mata yang tak lagi berguna.

Tiba-tiba Anda tersadar dan berteriak histeris. Dimana anak-anak saya, istri saya, ayah saya, ibu saya, keluarga saya? Masihkah mereka hidup?

Ketika satu persatu prajurit gugur dan semakin berkurang. Anda dipaksa memanggul senjata. Anda berubah menjadi mesin pembunuh. Satu peluru satu nyawa, kalau tidak Anda akan menjadi mangsa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline