Lihat ke Halaman Asli

Rinsan Tobing

TERVERIFIKASI

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Habis Generasi Roti Lapis Terbitlah Generasi Kangguru

Diperbarui: 13 Desember 2024   05:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi- Warga ibu kota. (Kompas.com/MITA AMALIA HAPSARI)

Sebutlah namanya Brady. Dia seorang pekerja di Jakarta dengan gaji sekitar Rp8 juta per bulan. Sebagai staf pemula (entry level), sudah berkeluarga, dan memiliki satu anak kecil, gaji sebesar itu sebenarnya sudah mencukupi untuk menopang kehidupannya. Kebutuhan sehari-hari, perawatan, dan bahkan biaya kontrakan senilai Rp2 juta per bulan masih dapat ditanggungnya.

Namun, faktanya, lelaki itu merasa pusing tujuh keliling untuk mengatur keuangannya. Apa pasal? Kok bisa? Karena, lelaki yang bekerja di pusat kota dan tinggal di pinggirannya, ini masih harus menanggung orangtua dan adiknya di kampung. 

Lelaki sulung di keluarganya itu menjadi tulang punggung, tidak hanya di keluarga intinya, namun juga di keluarga besarnya. Dia merasa terjepit. Kepala serasa di kaki, dan kaki serasa di kepala. Seperti syair lagu Peterpan, Di Atas Normal.

Kondisi seperti di atas sepertinya jamak akhir-akhir ini. Seseorang yang bekerja untuk menanggung keluarga inti dan keluarga besarnya, dikategorikan sebagai generasi roti lapis (sandwich generation). Mereka seperti terjepit di antara dua lapisan, atas dan bawah. 

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (2020), 71 juta penduduk Indonesia masuk kategori ini. Sementara itu, sesuai survei DataIndonesia.id (2023), 46,3% generasi Z Indonesia merupakan generasi roti lapis.

Generasi yang paling banyak masuk kategori ini, yakni generasi Y, yang berusia 28 -- 43 tahun pada 2024 ini. Kondisi ini mengakibatkan tekanan yang kuat bagi kelompok ini dan mempersempit peluang untuk bisa menaikkan derajat (vertical mobility). Pada ranah yang lebih luas, situasi ini berpeluang menghambat kemajuan negari.

Faktor-faktor penyebabnya tentunya banyak. Salah satunya adalah kemiskinan, yang diakibatkan oleh berbagai hal, termasuk rendahnya kualitas sumber daya manusia, terbatasnya akses kepada sumber-sumber ekonomi, tidak adanya sistem ekonomi yang mendukung penciptaan pendapatan tinggi dan bisa ditabung.

Fakta-fakta di atas tentunya sudah cukup mengkhawatirkan mereka yang menjadi bagian dari generasi roti lapis, dan pemerintah. Jika pemerintah serius berpikir dan bekerja untuk negeri ini, tentunya. Seperti disampaikan di atas, potensi yang tipis untuk menciptakan kegiatan ekonomi berpeluang untuk membunuh tumbuh kembang sebuah negeri.

Generasi muda menikmati waktu luangnya. Generasi produktif ini menanggung beban lebih besar (Sumber: Freepik)

Ras Generasi Baru

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline