Lihat ke Halaman Asli

Rinsan Tobing

TERVERIFIKASI

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Bencana dan Kita

Diperbarui: 4 Mei 2020   21:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Pribadi

Skala yang meningkat, penyebaran yang cepat serta jangkauan yang luas, Covid 19 seperti menampakkan wajah 'jahanam'-nya kepada manusia. Manusia tidak bisa bertindak selain menuruti kemauannya. Semua harus kembali ke bentuk dasarnya. Manusia harus sendiri dan tidak bisa melakukan sesuatu yang sesuai fitrahnya.

Sebagai mahluk sosial, seharusnya manusia bercengkrama, bergaul dan bercanda tawa dengan sesama. Wajah mematikan virus corona baru itu seperti akan memakan manusia-manusia segala usia. 

Menghentikan fitrah sebagai mahluk sosial dan ekonomi. Tidak ada negara yang luput dari cengkeramannya. Manusia berupaya sekuat tenaga, diantara penularan yang masih terus berlanjut dan kematian yang datang menjemput.

Tidak kurang pemerintah Indonesia terhenyak. Di awal sekali, mungkin karena memang masih sedikit informasi yang didapat, pemerintah belum banyak bertindak. 

Di awal Maret, tepatnya pada hari kedua, Presiden mengumumkan adanya 2 pasien positif Covid 19. Masih belum terasa kejutannya. Tetapi seiring waktu dan seiring korban yang semakin bertambah, akhirnya pemerintah mendeklarasikan krisis pandemik Covid 19 menjadi bencana nasional. 

Tepatnya diumumkan pada tanggal 13 April 2020. Di luar segala urusan birokrasi dan rencana pemerintah, lalu dimana kita berada setelah pandemik ini dideklarasikan sebagai bencana? Bagaimana kita bersikap. Setidaknya, bagaimana kita memahaminya. Dalam kebencanaan ada setidaknya tiga prinsip yang harus kita pahami. Dalam konteks ketiga prins prip itu, setidaknya kita bisa memahami dimana kita berada.

Alam itu Mahluk Hidup

Ini prinsip pertama. Pastinya, alam itu mahluk yang tidak diam. Alam itu bernafas dan bergerak. Alam tumbuh berubah dan bereaksi terhadap segala sesuatu yang manusia lakukan. Selayaknya, sebagai sesama mahluk hidup harus hidup berdampingan dengan harmoni yang harusnya disepakati bersama dalam pengertian saling mendukung dan memelihara.

Tetapi, apa yang kemudian terjadi alam hanya dianggap benda mati. Alam dieksplorasi dengan kerakusan tingkat tinggi. Alam bukan mengakibatkan banjir. Tetapi, alam tidak lagi memiliki tempat untuk menampung air. 

Bukankan seluruh kulit alam ditutupi dengan permukaan keras. Bukankah kayu-kayu dan hutan yang menjadi alat alam melindungi manusia telah dirusak? Tidak kan kemudian kita sadar bahwa bukit-bukit yang seharusnya tidak ditinggali, malah dikerubungi?

Segala sesuatu yang terjadi dengan manusia dan kita saat ini tidak lebih hanyalah akibat dari luka-luka alam yang diakibatkan ulah manusia. Kebutuhan manusia itu terbatas, tetapi keinginannya tidak. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline