Lihat ke Halaman Asli

Rinsan Tobing

TERVERIFIKASI

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Heran Dengan Logika Antik Dewan Perwakilan Rakyat Tentang UU MD3

Diperbarui: 20 Februari 2018   05:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana Sidang Paripurna DPR Rabu (14/02) Pengesahan Revisi UU MD3 yang menuai kritik dari banyak kalangan karena memberikan kewenangan besar dan imunitas bagi anggota DPR. Sumber: tribunnews.com

Rapat paripurna DPR Rabu (14/2) nampak lengang. Kejadian ini tidak aneh. Di tengah banyak fasilitas yang didapatkan DPR, anggota dewan ini malah lebih sering tidak hadir di rapat paripurna. Terlebih jika itu bukan terkait urusan mereka.

Kali ini, Undang-Undang MD3 yang sangat berkaitan dengan kehidupan 'kedewanan' mereka pun, tidak juga menarik perhatiannya. Dilangsir dari detiknews.com (12/02/2018), dari 560 anggota DPR  349 absen. Lebih dari setengahnya.

Tetapi ada yang menarik dari Sidang Paripurna yang membahas Revisi UU MD3 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD ini. Kompas (15/02/2018) memberitakan ketua DPR Bambang Soesatyo menggunakan baju hitam-hitam.

Pasalnya, Bambang yang baru beberapa waktu lalu diangkat menjadi ketua DPR menggantikan Setya Novanto, mengatakan keputusannya menggunakan warna itu merupakan bentuk protes. Protesnya terkait protes masyarakat dan khalayak luas yang mengkritisi isi dari UU MD3 tersebut.

Undang-Undang ini dicurigai memiliki pasal-pasal yang memberikan kewenangan besar kepada DPR, menjadi kebal hukum, bisa memaksa orang yang tidak hadir jika dipanggil DPR. Satu lagi yang membuat anggota dewan itu merasa jumawa yakni putusan MK yang menempatkan KPK sebagai bagian dari eksekutif. Ini artinya KPK bisa diatur oleh DPR. DPR juga bisa menggunakan berbagai haknya terhadap KPK.

Tetapi yang lebih menggelikan dari Sidang Paripurna itu adalah di layar besar terpampang tulisan Kami Butuh Kritik. Seolah-olah DPR mau mendengarkan suara rakyat. Bukankah penangkapan anggota DPR oleh KPK karena korupsi dan suap merupakan sebuah kritik keras kepada KPK? Toh, alih-alih memperbaiki diri, malah semangat sekali meremukkan KPK.

Bambang juga mengklaim bahwa prosesnya dilakukan dengan transparan dan terbuka. Di sisi lain, diberitakan kompas (14/02/2018) proses revisi UU MD3 terasa janggal sejak awal. Pasalnya, informasi yang tertutup, draft yang tidak bisa diakses dan juga isu yang disampaikan bahwa revisi hanya terkait penambahan ketua DPR.

Ketika kemudian disahkan, banyak khalayak yang tertipu dan merasa DPR telah melakukan kebohongan publik yang parah. Banyak yang mengatakan bahwa DPR menghambat proses demokrasi.

Suara masyarakat yang diwakilinya menjadi terpantul pada dinding yang dibangun oleh DPR dengan logika bahwa selama ini DPR dikriminalisasi. Lalu ada lagi alasan kehorrmatan DPR rendah di mata masyarakat. DPR banyak mendapat kecaman.

Logika ini sangat tidak dimengerti oleh banyak kalangan. Seperti disampaikan Jerry Sumampow koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI). "UU MD3 ini logikanya sudah salah kaprah sama sekali dan kita jadi gagal paham bagaimana memahami cara berpikir DPR". Seperti diberitakan kompas.com (14/02/2018).

Sulit untuk mengerti memang mengapa DPR harus membentengi dirinya dengan UU MD3 yang cenderung menjadikan mereka memiliki imunitas, anti kritik dan mengatur sesuatu yang tidak seharusnya seperti KPK.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline