[caption caption="Perambahan kawasan Utara Bandung yang masif. Foto: tribunnews.com"][/caption]Bangunan-bangunan baru banyak bermunculan di kawasan Bandung, yang dijuluki kota kembang dan juga dikenal dengan kota Paris van Java. Kota Bandung dulu dirancang Belanda hanya untuk 500.000 jiwa. Berdasarkan data BPS penduduk Bandung hampir mencapai 2,5 juta jiwa. Jumlah ini sudah melebihi kapasitas kota. Tekanan bertambah pada siang hari, karena adanya komuter dari kota satelit Bandung dan pada akhir pekan oleh wisatawan yang ingin menikmati indahnya Kawasan Bandung.
Meskipun sudah pasti berbeda dari beberapa belas tahun yang lalu, Bandung masih memiliki daya tarik yang tinggi bagi wisatawan, setidaknya dari Jakarta dan kota-kota satelit Bandung. Pemerintah dan pengusaha tentunya merespon dengan menghadirkan berbagai fasilitas penginapan, restoran yang menyajikan beragam jenis kuliner, dan kafe-kafe tempat menikmati kota Bandung dan sarana penunjang lainnya. Satu sisi ini menjanjikan bagi perekonomian kawasan.
Hotel-hotel dan penginapan yang muncul bukan kelas bintang dengan ratusan kamar. Hitungannya hanya diangka hingga 50 kamar. Dengan demikian lahan yang diperlukan juga tidak terlalu luas. Tetapi karena jumlahnya banyak, tentunya memerlukan luasan lahan yang signifikan yang pada gilirannya menimbulkan konsekuensi tersendiri.
Perkembangan ini juga didiorong oleh status Kota Bandung sebagai kota pelajar. Kota pendidikan dan menjadi tujuan mengejar ilmu bagi calon mahasiswa dari segala penjuru Indonesia. Setidaknya ada puluhan perguruan tinggi baik swasta maupun negeri di Bandung berupa universitas, sekolah tinggi, akademi, institut, dan politeknik.
Akibatnya adalah tingginya permintaan akan kamar sewaan. Permintaan ini juga direspon dengan mendirikan aparatemen-apartemen untuk mahasiswa yang berkantong tebal. Kebanyakan mahasiswa sekarang yang belajar di Bandung memang yang berkantong tebal karena biaya pendidikan hanya terjangkau oleh mahasiswa jenis ini. Ini diakibatkan pendidikan tidak lagi sepenuhnya disubsidi oleh pemerintah.
Untuk memenuhi permintaan di atas, kawasan-kawasan baru dibuka, hingga ke kawasan utara Bandung. Kawasan utara yang dulunya berupa kawasan yang hijau dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air, perlahan tetapi pasti berubah menjadi kawasan pemukiman dan bisnis, terutama penginapan dan restoran-restoran serta kafe-kafe. Bukit-bukit dirambah, lembah-lembah diubah, pohon-pohon ditebang, dan tebing-tebing diratakan. Lahan-lahan hijau berubah menjadi gersang dan gundul.
Untuk tujuan wisata dan permukiman, daerah kawasan Utara Bandung memang menjanjikan pemandangan yang indah bagi mata dan jiwa. Bukit-bukit dan lembah-lembah serta aliran sungai memberikan pemandangan yang menenangkan, layaknya di negara-negara Eropa sana.
Bisa jadi ini karena Kota Bandung dan kawasannya yang berbentuk cekungan, dikelilingi oleh 10 gunung. Ke 10 gunung tersebut adalah Gunung Bukittunggul (2206 mdpl), Gunung Manglayang (1824 mdpl), Gunung Rakutak (1985 mdpl), Gunung Kendang (2617 mdpl), Gunung Tilu (2056 mdpl), Gunung Malabar (2329 mdpl), Gunung Patuha (2484 mdpl), Gunung Mandalawangi (1720 mdpl), Gunung Sanggar (1882 mdpl).
Dikatakan dasar dari cekungannya berada di titik nol kilometer kota Bandung. Melihat fenomena banjir yang terjadi akhir-akhir ini, bisa jadi dasar cekungannya ada di Bandung Selatan.
Perubahan bentang alam ini tentunya punya beberapa konsekuensi logis. Rusaknya kawasan dengan perambahan yang masif berakibat pada kurangnya ruang terbuka hijau kawasan dan Kota Bandung. Kawasan Utara kota Bandung yang seharusnya menjadi kawasan tangkapan air juga sudah berubah fungsinya. Akibatnya adalah kurangnya air masuk ke tanah dan meningkatnya air permukaan yang meluncur dengan deras ke wilayah yang lebih rendah.
Kota Bandung yang dialiri kurang lebih 49 sungai, menjadi kawasan yang juga mendapatkan dampaknya. Kota Bandung mengalami banjir karena sungai-sungai yang mengalirinya sudah tidak mampu lagi menampung aliran air permukaan yang meluncur deras dan tidak sempat masuk ke dalam tanah.