Lihat ke Halaman Asli

Rin Muna

Follow ig @rin.muna

Kisah Banjir dan Si Tajir

Diperbarui: 8 Februari 2019   08:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source : Pixabay.com

Sudah puluhan tahun Indu Baweh dan keluarganya tinggal di sebuah desa yang berada di area rawa. Setiap hujan deras, rumah Indu Baweh selalu tergenang air. Semua cara sudah dilakukan agar air banjir tidak masuk ke dalam rumahnya. Termasuk menaikkan pondasi rumah setinggi 1,5 meter. 

Sejak meninggikan rumahnya, air tidak lagi masuk ke dalam rumah setiap hujan deras. Namun, tetap saja menggenang di sekeliling rumahnya. Hal ini sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu. Terlebih lagi warga yang membangun rumahnya, tidak lagi memikirkan drainase. 

Beberapa titik selokan dan parit yang seharusnya menampung air saat hujan turun, malah ditutup dan akhirnya banyak titik jembatan mati. Jembatan itu menjadi penghubung arus air dari hulu ke hilir. Namun, tiba-tiba menjadi jembatan mati. Tidak ada air yang mengalir karena dari hulu dan hilir sudah tidak terlihat lagi paritnya, sudah berubah menjadi halaman rumah yang cantik.

Indu Baweh dan keluarganya bisa tidur tenang setiap kali hujan. Walau banjir, tidak masuk ke dalam rumah dan sudah menjadi hal yang biasa. Banjir setinggi 50-70 cm sudah biasa. Juga bagi warga di sekeliling rumah Indu Baweh.

Setahun kemudian, hadir sosok orang yang kaya yang disebut Si Tajir. Karena kekayaan yang dimilikinya, ia membuka tambang batubara di sekitar pemukiman warga sebagai ladang uangnya untuk semakin memperkaya diri. Tidak hanya hutan sebagai resapan air yang digusur, rumah penduduk juga digusur pada akhirnya agar uang si Tajir tetap mengalir deras di kantongnya.

Beberapa bukit sudah berubah jadi lembah. Pohon-pohon yang indah sudah berubah jadi galian tambang batubara. Hal ini sangat dirasakan berbeda bagi Indu Baweh dan keluarganya. Indu Baweh yang usianya sudah tua, seringkali bercerita tentang keindahan desa di masa lalu pada cucu-cucunya.

Bercerita tentang dirinya yang masih bisa mandi di sungai yang airnya jernih, bahkan ikan-ikan pun bisa terlihat dengan jelas di sungai itu.

"Indu ... di mana sungai tempat Indu dan teman-teman bermain?" Etak, salah satu cucu Indu Baweh bertanya. 

"Kau lihat jembatan yang ada di ujung barat desa sana?" Indu Baweh balik bertanya.

"Lihat, Indu."

"Dulu ... di sana ada sungai yang lebar, dalam, dan airnya sangat jernih. Kami biasa mandi di sungai itu."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline