Hai Kompasianer ...! Apa kabar nih?
Semoga harimu selalu menyenangkan ya!
Maaf kalau aku jarang nongol. Cuma bisa baca satu atau dua artikel yang ada di beranda. Bukan karena aku sombong, tapi karena aku memang tidak punya banyak waktu luang untuk berlama-lama di dunia maya.
Oh, ya. Beberapa bulan lalu ketika aku menjalani karantina duta baca. Aku hanya bisa share sedikit pengalaman aku bersama teman-teman Duta Baca. Aku sampai lupa untuk sharing materi yang aku terima di sana. Sebenarnya, bukan lupa sih. Waktunya aja yang belum pas.
Kali ini aku mau bahas tentang Fumigasi Pustaka. Fumigasi itu apa sih? Awalnya masih asing di telingaku karena aku benar-benar tidak tahu Fumigasi itu apa. Baru tahu ketika aku mendapat materi dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kalimantan Timur.
Fumigasi adalah tindakan pengasapan yang bertujuan mencegah, mengobati dan mensterilkan bahan pustaka. Fumigasi dilakukan agar buku-buku awet dan dijauhi oleh musuh bahan pustaka seperti kecoa, kutu buku, rayap, ngengat, silver fish dan sejenisnya.
Buku-buku yang sudah difumigasi akan awet dan tidak berubah warna. Karena biasanya, buku yang sudah lama akan berubah warna karena perubahan udara di sekitar atau karena pengaruh benda-benda organik yang ada di sekitarnya.
Fumigasi dilakukan di dalam ruangan kedap udara. Menggunakan bahan kimia atau pestisida yang dapat digunakan untuk membunuh serangga seperti Carbon disulfida (CS2), Carbon tetra chloride (CCl4), Methyl bromide (CH3Br), Thymol cristal dan lain-lain.
Petugas yang melakukan fumigasi juga harus menggunakan peralatan yang lengkap mengingat fumigasi dilakukan menggunakan racun atau pestisida yang dapat membunuh manusia. Itulah sebabnya fumigasi dilakukan di dalam ruangan yang kedap udara.
Memastikan bahwa ruangan yang digunakan untuk fumigasi aman dan tidak ada gas yang keluar dari ruangan tersebut pada saat fumigasi berlangsung. Ini dilakukan untuk proses fumigasi skala besar.
Kalau hanya sedikit buku yang akan difumigasi, bisa dilakukan di dalam lemari yang kedap udara.